Jumat, 27 Oktober 2017

SAYA BOTAK, KEMEJA PUTIH, CELANA COKELAT, ...

Bagi para pengguna jasa layanan ojek dalam jaringan (daring) alias online berbasis aplikasi, berkomunikasi dengan pengemudi untuk janjian bertemu di titik penjemputan, menjadi "ritual" yang lumrah.

Apalagi bila titik penjemputannya berada di area umum. Bisa di lobby perkantoran, mal, pinggir jalan, halte bus, perempatan jalan, dan lain sebagainya. Proses pertemuan pengemudi dengan konsumen pada titik penjemputan di area publik kerap membutuhkan komunikasi awal antara kedua belah pihak.

Biasanya pengemudi akan mengirim pesan atau menelepon konsumen untuk memastikan kedatangan, titik penjemputan, serta ciri-ciri pengemudi dan kendaraannya. Terlebih jika ada perbedaan pada merk dan nomor polisi kendaraan dengan apa yang tertera di aplikasi.

Tak jarang pula konsumen menjadi pihak yang berinisiatif terlebih dahulu dengan mengirim pesan atau menelepon sang pengemudi. Konsumen ingin pengemudi tahu persis keberadaanya di titik penjemputan.

Jika komunikasi awal tidak dilakukan, yang terjadi adalah situasi tebak-tebak buah manggis model blind date. Pengemudi menebak yang mana dan dimana konsumennya. Sementara konsumen berpatokan pada nama, foto, plat nomor polisi serta tipe dan merk kendaraan pengemudi (meski kadang hal ini tidak diperhatikan pula).

Hal "seru" lain yang lahir karena tidak ada komunikasi pendahuluan adalah lalu-lintas jadi macet dan bising di titik penjemputan area umum. Kawasan sekitar Stasiun Tebet antara 07.00 sampai dengan 08.00 pagi adalah salah satu contohnya. Para pengemudi berteriak-teriak memanggil nama konsumen ke arah kerumunan konsumen. Sementara para konsumen fokus mencari-cari pengemudi dan motornya. Belum pula ditambah backsound klakson para pengendara lain yang jalannya tersendat imbas situasi ini.

Saya termasuk konsumen yang proaktif untuk memberikan informasi keberadaan saya secara rinci kepada pengemudi. Sikap saya ini semata karena untuk memudahkan pengemudi dalam menemukan saya secara tepat dan cepat (tanpa harus membuat kegaduhan juga tentunya).

Saya pun ingin agar pengemudi tidak harus mengeluarkan biaya pulsa hanya untuk mengirim SMS atau bahkan menelepon. Sayang uangnya, mending buat beli bahan bakar kendaraannya atau paket data internet.

Saya selalu menyempatkan diri dan meluangkan waktu sejenak untuk mengetik secara detil ciri-ciri dan posisi keberadaan saya di titik penjemputan. Saya ketik informasi ini di fasilitas Note/Catatan atau Chat aplikasi yang bersangkutan saat memesan. Mulai dari ciri-ciri tubuh, pakaian yang dikenakan hingga clue posisi tempat saya menunggu.

Kenapa melalui pesan, bukan telepon saja? Lewat pesan, pengemudi bisa dengan jelas menangkap informasi dan lebih akurat.

Pengalaman saya kalau menelepon pengemudi, selain suara tidak jelas karena faktor sinyal, sekalinya jelas, eh dia malah lupa pakai parah apa yang saya sudah sampaikan.

"Saya botak, pakai kacamata hitam, kaos merah, celana krem, tas abu-abu, berdiri dekat tukang es doger, depan parkiran Bus Trans Jakarta, samping kanan pintu keluar Stasiun Manggarai". Ini contoh informasi standar yang selalu saya sampaikan lewat Note atau Chat.

Awalnya saya hanya ketik informasi singkat. Karena singkatnya, pernah pengemudi menyapa orang belakang saya dengan nama saya. Setelah saya lihat, ternyata orang belakang saya punya ciri-ciri yang sama dengan saya. Botak, kacamata hitam dan warna pakaian yang sama. Hanya posisinya yang beda. Saya stopper inti, dia cuma cadangan mati.

OK, lanjut.

Setelah kejadian itu, saya mengetik informasi yang detil seperti contoh yang saya sudah berikan. Informasi bahkan bisa lebih detil tergantung situasi khusus dan posisi titik penjemputan.

Contohnya, "Saya botak, pakai jaket biru, celana hitam, tas merah, berdiri bawah billboard Bread Talk, dekat tukang sate,  Pintu Timur CCM.  Lalu-lintas agak macet. Kalau susah putar balik, tunggu di seberangnya saja, saya yang akan menghampiri".

Respon pengemudi beragam atas upaya saya ini. Banyak yang senang karena sangat terbantu, beberapa yang heran lantaran katanya saya percaya diri atas kebotakan saya, dan...tetap saja ada yang menelepon karena katanya tidak sempat membaca pesan. Wadezig! Pengemudinya langsung saya tomprok ala film Armageddon.

Tapi bisa dibilang 8 dari 10 pengemudi menyatakan ke saya bahwa cara saya ini jelas sangat memudahkan mereka. Yang 2 sisanya tidak hadir saat sesi pengisian kuesioner.

Mereka bilang seandainya semua konsumen berlaku seperti saya, pasti dunia ini indah. Wadezig (lagi)! Kali ini lari ke pojok lapangan lalu pegang tiang sudut ala selebrasi gol.

Apapun responnya, niat saya memang hanya untuk membantu pengemudi. Ini pun akhirnya menjadi otomatis dan kebiasaan. Saya juga selalu sampaikan kepada para pengemudi bahwa banyak konsumen seperti saya yang ingin memudahkan pengemudi. Percayalah.

Demikian.

Depok, 24 Oktober 2017
Mozes Sosa
Saya botak, pakai kemeja biru muda lengan panjang, celana biru, tas ransel merah, berdiri depan Bakso Sederhana Mayor Oking, seberang Tapos Raya
#ojekonline #gojek #grab #uber

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Nama Saya Dyna Susanti, keponakan dari teman sebangku kamu masa SD, umi lathifah.. Saya brhijab, tinggi 168cm/67kg, anak ke2 dari 4 bersaudara (laki2 semua),lulusan S1 ekonomi universitas SAHID jakarta..
Saya kelahiran Jakarta 8 Nov 77.. Tipe pria ideal saya..tdk minum, tdk memiliki, kl boleh pria itu lbh tinggi dr saya, romantis, bisa saling berbagi kesedihan/kebahagiaan dll..Impian sederhana saya adlh bisa dilamar dgn romantis oleh pria impian saya di sebuah pantai..
Well, that's all for now..
Thx a lot.. 🙏😊

Arsip Blog