Persipura, Mengapa Harus Walk Out?
Insiden kembali terjadi di jagad sepakbola tanah air. Persipura Jaya Pura, kampiun Indonesia Super League (ISL) 2008, sebuah kompetisi yang berlabel super pertama di Indonesia, melakukan mogok main dan kemudian walk out, di pertandingan final Copa Indonesia 2008 di Stadion Jaka Baring, Palembang, minggu, 28 Juni 2009. Sriwijaya FC yang sedang unggul 1-0, akhirnya dinobatkan menjadi juara Copa Indonesia 2008.
Persipura tertinggal 0-1 lantaran gol dari Obiora pada menit ke-51 yang mereka rasa berbau offside. Puncak kekesalan Tim Mutiara Hitam adalah dikartumerahkannya Ernest Jeremiah menit ke-59 berawal protes pemain Persipura itu kepada wasit yang tidak menunjuk titik putih akibat dugaan hands ball pemain Sriwijaya FC. Persipura protes dan memutuskan keluar dari lapangan. Mereka pun tidak pernah kembali untuk melanjutkan pertandingan. Sangat disayangkan memang.
Kondisinya memang berat buat Persipura yang harus melepas kesempatan menyamakan bahkan bisa saja memenangkan laga. Mereka lebih mengedepankan emosi berlebihan yang tidak menguntungkan sama sekali. Sportifitas yang seharusnya dikedepankan oleh semua unsur di Persipura, mulai dari pemain, pelatih, dan pengurus, dalam melihat masalah ini. Seburuk apapun keadaan laga yang harus dijalankan, mental juara Persipura sebenarnya sedang benar-benar diuji.
Kita semua tahu bagaimana sepak terjang kinerja wasit nasional. Itu adalah potret kecil dari begitu carut-marutnya wajah persepakbolaan kita. Para finalis seharusnya sudah paham betul realita ini. Siap terhadap kondisi terburuk dari pilihan yang buruk adalah tindakan bijak. Nilai-nilai universal olahraga pun mengisyaratkan kepada kita untuk bisa berjiwa besar. Biarlah masyarakat yang pada akhirnya menilai siapa yang ‘juara’ sebenarnya.
Sialnya, keadaan terburuk itu harus ditelan hidup-hidup oleh Persipura. Tidak mengenakkan memang berada dalam posisi (yang rasanya) dizalimi. Saya rasa mereka harus melihat ke bawah, bahwa keadaan yang lebih buruk pernah diterima oleh kesebelasan dunia. Banyak contoh kasus laga bergengsi internasional yang sangat merugikan salah satu tim. Namun mereka tetap bertarung untuk bisa membuktikan siapa yang dapat menjadi pemenang. Tidak lantas ngambek dan lari dari masalah.
Kita mengharapkan semua pihak bisa menegakkan sportifitas di ranah sepakbola nasional. Pemain sebagai pelaku utama menjadi tulang punggung misi ini. Dengan menolak bermain karena merasa dicurangi berarti belum tumbuh suburnya nilai-nilai sportifitas di benak segenap insan sepakbola kita. Semoga kejadian ini tak terulang di masa depan. Memprihatinkan sekaligus memalukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar