SUGBK, Nasibmu Kini
Setelah menjadi bulan-bulanan berbagai partai politik yang berkegiatan selama masa pemilihan umum legislatif Maret-April lalu, mulai hari ini hingga 4 Juli nanti, Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) kembali mendapat ‘ancaman’ serius yang berakibat terganggunya beberapa fasilitas vital yang dimilikinya. Apalagi kalau bukan kegiatan politik yang melibatkan ribuan massa kampanye pemilihan presiden 2009.
Seperti tidak belajar dari pengalaman, pengelola SUGBK tetap saja menerima order peminjaman tempat dari unsur non olahraga. Kegiatan politik menempati posisi pertama unsur yang sering memakai SUGBK, selain kegiatan keagamaan dan sosial. Kerusakan serius mulai dari rusaknya rumput lapangan sepakbola, bangku penonton, pagar, dan lainnya adalah pemandangan yang biasa terjadi paska kegiatan di luar masalah olahraga.
Masih segar bagaimana kita harus bermuka tembok dihadapan raksasa sepakbola Eropa, Bayern Munchen, ketika mereka merasa tidak nyaman bermain di sana tahun lalu. Pasalnya, kondisi rumput yang disajikan oleh tuan rumah sangat jauh dari standar karena sehari sebelumnya dipakai untuk kegiatan Hari Kebangkitan Nasional. Untung mereka bisa maklum. Jika partai Manchester United lawan Indonesian All Stars 20 Juli nanti jadi digelar di SUGBK, saya kurang yakin kita bisa menyajikan lapangan bermain yang bagus.
Memang sulit rasanya jika kita tidak bisa tegas menyikapi masalah ini. Kenapa kita tidak bisa konsisten untuk menetapkan SUGBK untuk olahraga saja adalah harga mati? Pejabat terkait pernah menegaskan bahwa SUGBK hanya boleh dipakai untuk kegiatan olahraga. Sayangnya ketegasan itu langgeng hanya sesaat. Entah karena tekanan politis atau memang kebutuhan akan pentingnya pemasukan uang demi pemeliharaan, SUGBK kembali menjadi arena multifungsi.
Wacana untuk menyediakan grass cover agar rumput tidak rusak bisa jadi adalah solusi untuk mengurangi dampak kerusakan dan kerugian. Dana yang dibutuhkan untuk mengadakan penutup raksasa itu konon mencapai 10 miliar. Namun hingga kini wacana itu masih berada di awang-awang. Sementara bayangan kerusakan di kepala sudah lebih dulu hadir lantaran saat tulisan ini dibuat, rumput mahal itu sudah dinjak-injak.
Apakah memang kita lebih suka memperbaiki terus menerus setiap kerusakan? Berapa dana yang terbuang percuma hanya untuk perbaikan setiap kerusakan? Sudah saatnya kita berpikir lebih bijaksana bahwa SUGBK memang seharusnya sterildari kegiatan non olahraga. SUGBK sebagai warisan kebanggan bangsa, bukan sebagai ajang kegiatan prestisius belaka yang tidak ada hubungannya dengan olahraga sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar