Rabu, 15 April 2009

Mengapa Saya Dukung Persija Jakarta?

Mengapa Saya Dukung Persija Jakarta?

Sebenarnya pertanyaan di atas sering muncul jika melihat Persija Jakarta main, baik secara langsung atau lewat televisi. Namun sering kali pula saya tidak memiliki jawaban yang benar-benar pas untuk ini.

Kemarin saya bertemu dengan seseorang laki-laki muda yang berasal dari Bandung (meski domisili resminya di Cimahi). Awalnya ngobrol-ngobrol soal kerjaan, terus secara tidak sengaja masuk pada tema-tema kota masing-masing. Saat bicara soal sepakbola, saya baru sadar bahwa label Persija dan Persib begitu kental terhadap orang yang berasal dari kota masing-masing.

Mungkin kalau Persija tidak begitu kentara. Jakarta memang kota metropolis yang berisikan penduduk yang multietnis. Tidak ada ikatan primordial sepakbola yang kuat di kalangan warga Jakarta terhadap Persija. Bahkan di era 80-an, saat belum ada The Jak Mania, Persija serasa bukan main di kandang lantaran penonton dan pendukung tim tamu lebih mendominasi Stadion Menteng ataupun Senayan.

Banyak teman-teman saya yang tinggal di Jakarta tidak mendukung Persija. Karena alasan kedaerahan, mereka secara fanatik mendukung tim-tim daerah asal mereka. Ada yang Persib Bandung, Persebaya Surabaya, Arema Malang, dan lain-lain. Soal kelas permainan mungkin menjadi pertimbangan kesekian. Pokoknya semuanya dilakukan atas nama kedaerahan.

Saya juga bukan penggila sejati Persija. Saya tidak pernah tertarik untuk bergabung dengan The Jak Mania. Permainan Persija yang naik-turun pun juga tidak bisa dikatakan istimewa. Konstelasi kekuatan sepakbola nasional yang menempatkan Persija sebagai tim elit pun dilatarbelakangi oleh faktor sejarah, pemain beken yang di-blow up media, dan image metropolis kota Jakarta semata.

Lalu, mengapa saya mendukung Persija? Kali ini saya baru tahu dan sadar.

Saya bukan orang Jakarta asli alias suku Betawi. Tapi saya lahir dan besar di Jakarta. Secara administratif pun saya adalah warga Jakarta. Hal ini dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) DKI Jakarta yang saya miliki. Yang lebih penting, saya hidup dan mencari makan di Jakarta. Secara psikologis dan moral, saya merasa memiliki kota ini. Apapun yang terjadi pada kota ini, saya harus mendukung sekaligus mengkritisinya.

Tentunya selain sikap oknum suporter yang harus diperbaiki, sisi kritis yang bisa saya berikan saat ini kepada Persija sebagai sebuah tim, adalah diberikannya kesempatan kepada mereka yang memang orang DKI Jakarta untuk bisa menjadi pemain utama Persija. Pembinaan sekaligus perekrutan pemain dari kompetisi Persija harus benar-benar dibuktikan. Dari komposisi pemain yang ada sekarang, mayoritas adalah “orang luar Jakarta”. Sayang jika generasi mendatang yang susah payah berlatih, berkompetisi amatir di Jakarta sejak kecil, harus menyingkir ke luar ibukota.

Persija adalah bagian dari kota ini, dimana saya adalah salah satu stake holder-nya. Meskipun kecil, tapi saya punya kontribusi terhadap Jakarta dalam bentuk pembayaran pajak, retribusi dan lain sebagaimanya. Maka dari itu, apa yang dilakukan Persija demi mengejar prestasi, tentunya akan saya dukung. Buat apa jalanan macet, pelanggaran berlalu-lintas banyak terjadi, sebagian besar warga yang ketakutan saat Persija main di Jakarta, bila tidak “dibayar” dengan prestasi? Ongkos untuk Persija sudah terlalu mahal. Lebih mahal lagi jika tidak menghasilkan apa-apa.

Itulah mengapa saya mendukung Persija bukan karena alasan kedaerahan yang kadang gak juntrung tapi karena saya adalah benar-benar warga Jakarta.

Tidak ada komentar:

Arsip Blog