Jumat, 05 Desember 2008

Menimbang Kekuatan Tim Merah Putih di AFFF Suzuki Cup 2008

Menimbang Kekuatan Tim Merah Putih di AFFF Suzuki Cup 2008

Gairah masyarakat sepakbola Indonesia dalam hitungan jamakan kembali dipastikan naik saat menyaksikan tim nasional Indonesia bertanding dalam kejuaraan sepakbola antar Negara se-Asia Tenggara 2008, yang kini memakai nama resmi AFF Suzuki Cup 2008. Terlebih Indonesia menjadi salah satu tuan rumah, disamping Thailand. Skuad Merah Putih berada di grup A bersama juara bertahan Singapura, Myanmar dan Kamboja. Di grup B sendiri terdiri dari Thailand, Malaysia, Vietnam dan Laos.

Target juara yang dibebankan dipundak nahkoda timnas, Benny Dollo jelas bukan main-main. Saat dikontrak oleh PSSI, Bendol memang ditargetkan untuk mengantar Indonesia menjadi juara Piala AFF dan lolos kualifikasi Piala ASIA mendatang. Dengan posisi menjadi tuan rumah di Piala AFF, tentunya akan menjadi keuntungan sekaligus beban yang tidak ringan bagi Bendol dan pasukannya.

Sebelumnya, kita perlu melihat sedikit secara teknis perjalanan timnas selama berada di bawah polesan Om Benny. Pola menyerang andalan timnas 4-3-3 ala Ivan Kolev di Piala Asia 2007 ditinggalkan oleh Bendol. Berdasar oleh materi pemain yang ia miliki, Bendol kerap lebih memilih formasi 4-4-2. Terlihat sekali bahwa Bendol memang lebih nyaman dengan strategi yang mengutamakan daya gedor dari sayap. Ia pun sangat yakin dengan ampuhnya duet penyerang yang selalu siap untuk ‘dilayani’ oleh para winger.

Pola klasik ini akhirnya memiliki kelemahan yang sangat kentara. Selain mudah terbaca oleh lawan, skema ini jelas membutuhkan kualitas pemain sayap yang mumpuni. Lihat saja bagaimana M. Ilham dan Arif Suyono atau Erol. F Iba harus terus menerus berlari dan menyisir sisi kanan dan kiri lapangan untuk menghidupkan permainan. Belum lagi tugas ini pastinya juga harus dilakukan oleh dua bek dibelakangannya, kanan dan kiri.

Masalah pertahanan bisa jadi adalah hal yang krusial selain lini depan. Komposisi barisan belakang masih belum kokoh dan meyakinkan. Peran dua bek sayap yang didiami M. Ridwan dan Ricardo Salampessy di era Kolev, kali ini dipercayakan oleh Isnan Ali di kiri dan Ismed Sofyan di kanan. Bukannya menyangsikan kemampuan dua bek senior ini, namun harus diakui cara mereka bermain di timnas akhir-akhir ini terkesan kurang mantap.

Charis Yulianto adalah pilihan utama di posisi bek sentral. Pengalaman dan kepemimpinannya jelas dibutuhkan. Hanya saja, duet Charis masih ‘belum ketemu’. Hingga turnamen terakhir di Myanmar (Grand Royal), Bendol kadang masih ‘berjudi’ untuk mem-plot antara Usep Munandar ataupun M. Robby sebagai pasangan Charis. Mungkin pulihnya Nova Arianto bisa menjadi kandidat kuat pengisi sektor rawan itu.

Untuk lini depan. Nah, ini dia. Duet Bambang Pamungkas dan Aliyudin yang sudah ‘menikah’ di level permainan klub (Persija), nyatanya tampil jauh dari bagus saat kita menjadi runner up di Myanmar. Ada nama T.A. Musafri, energi baru buat timnas. Namun jam terbang akhirnya tetap menjadi modal untuk bisa tampil OK. Hadirnya Budi Sudarsono yang punya determinasi kuat, diharapkan mampu memberi warna sekaligus daya tempur buat lini depan kita.

Saya bisa mengatakan bahwa hanya sektor lini tengah saja yang tidak ada masalah. Kekuatan Punaryo Astaman dan Firman Utina bisa dibilang adalah core dari keseimbangan permainan Indonesia. Popon Punaryo diposisi jangkar bersama Firman sebagai pengatur irama tanding, menjadi kunci jika Indonesia ingin sukses. Kita pun masih punya Syamsul Khaerudin yang bisa menjadi senjata rahasia Bendol (apalagi jika ingin switch ke pola 4-3-3 lagi).

Bendol pastinya tanggap dengan pengalaman di dua turnamen timnas (Piala Kemerdekaan dan Grand Royal). Permainan kita belum kembali setajam tim besutan Kolev di Piala Asia 2007. Untuk menghibur diri, saya meyakinkan bahwa apa yang dijalani oleh timnas sejauh ini di era Bendol adalah bagian dari proses pematangan tim, baik secara mental, fisik maupun kualitas permainan. Greget permainan tim secara individu dan kolektif mudah-mudahan akan meroket naik saat mereka berjibaku di Stadion Utama Gelora Bung Karno.

Dukungan fanatis suporter Indonesia terhadap tim Merah Putih sudah tidak perlu disangsikan lagi jika kita merasakan apa yang terjadi di perhelatan Piala Asia 2007. Namun tetap saja, dukungan bisa menjadi beban yang akan meruntuhkan mental pemain dan pelatih jika timnas bermain buruk. Kita pun harus optimis semoga saja mental baja pemain kita bisa kembali menguat saat teriakan ‘Indonesia!..Indonesia!’ dipekikkan para pendukungnya. Jangan pula lupa, ingat saja slogan,”Ini Kandang Kita!”

Tidak ada komentar:

Arsip Blog