Usut Tuntas Pelaku Kriminal di SUGBK
Meski Indonesia A juara Piala Kemerdekaan 2008, dengan catatan hanya bermain setengah laga dan tertinggal 0-1, Indonesia masih harus mempertanggungjawabkan kasus yang makin membuat sepakbola kita identik dengan kekerasan. Terlebih, insiden ini menyisakan kenangan buruk yang sangat mencoreng nama Indonesia di pentas Indonesia.
Seperti diketahui, Libya yang menjadi lawan Indonesia A di final, menolak melanjutkan pertandingan saat akan masuk babak kedua. Hal ini disebabkan oleh ulah oknum offisial tim Indonesia A yang melakukan pemukulan terhadap pelatih Libya hingga babak belur. Secara resmi hingga kini, kejadiannya tidak ada yang tahu pasti.
Berdasarkan berita pada Harian Kompas Sabtu, 30 Agustus 2008, fotografer Kompas yang melihat kejadian itu diancam oleh oknum panitia yang lalu mencopot tanda pers fotografer yang bersangkutan. Semuanya masih ditutup-tutupi seolah kita masih melindungi kriminal yang tidak bertanggungjawab.
Entah mau ditaruh mana lagi muka bangsa ini. Dengan kasus PSSI yang masih membelit saja, kita masih merasa kurang untuk menambah daftar buruk wajah sepakbola nasional. Kita tidak berani secara jantan mengakui kesalahan. Memang muka dan kuping oknum-oknum preman sudah tebal ditengah gunjingan masyarakat sepakbola internasional terhadap tindakan kriminal itu.
Dari pengamatan saya terhadap jalannya pertandingan via televisi, memang pertandingan final itu bisa dikatakan keras sepanjang 45 menit pertama. Libya bermain bagus meski melakukan banyak drama dan ulah yang berlebihan. Sementara Indonesia A terlihat kesulitan mengembangkan permainan dan akhirnya bermain keras menjurus kasar. Harusnya beberapa kartu kuning sangat layak keluar dari kantong wasit untuk tim merah putih.
Provokasi yang di lakukan anak-anak Libya, baik di lapangan maupun di bangku cadangan, rupanya berhasil memancing emosi kubu tuan rumah. Bukan cuma pemain, tapi offisial juga ikut-ikutan andil dalam kemelut paska akhir babak pertama. Hasilnya, karena kompetisinya lebih sering memakai otot daripada otak, akhirnya kekerasan digunakan untuk membungkam lawan.
Apapun yang dilakukan Libya terhadap Indonesia, kekerasan tetap tidak bisa dibenarkan. Nama Indonesia makin terbenam dan suram. Saya malu jika tidak ada keinginan baik dari petinggi kita menyelesaikan petaka ini. Pelaku kriminal itu harus diusut tuntas dan diberikan hukuman yang seberat-beratnya. Kita pun harus dengan legawo meminta maaf kepada Libya dan masyarakat sepakbola dunia atas perilaku memalukan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar