Pengurangan Subsidi, (harusnya juga) Pengurangan Fasilitas Pejabat
Indonesia dipastikan oleh beberapa ahli ekonomi politik akan bergejolak pasca kenaikan BBM yang rencananya akan diberlakukan pada akhir Mei ini. Tarik ulurnya pemerintah terhadap rencana penyesuaian harga BBM ini pada akhirnya sudah membuahkan gejolak pra-kenaikan harga BBM itu sendiri. Penimbunan/ kelangkaan BBM dan aksi penolakan terhadap kebijakan pemerintah menjadi hal yang sering terdengar akhir-akhir ini.
Pemerintah berdalih bahwa penyesuaian harga BBM yang berhulu pada pengurangan subsidi ini dikarenakan meroketnya harga minyak mentah dunia yang sudah menembus angka 125 dollar AS pr barrel. Jauh melampaui asumsi dariharga yang dibuat pemerintah dalam APBN yaitu, 95 dollar per barrel. Jika tidak dikurangi, maka APBN bisa jebol, katanya.
Persoalan subsidi adalah persoalan klasik yang ada di republik ini. Subsidi lewat sisi pemerintah adalah untuk meringankan beban rakyat semata. Padahal sudah menjadi rahasia umum bahwa dengan pemberian subsidi yang besar maka rakyat bisa 'tetap tenang' dan akhirnya stabilitas keamanan(sosial politik) bisa dikendailkan. Ini adalah retorika masa Orde Baru yang sangat menekankan pentingnya stabilitas keamanan demi kelancaran roda perekonomian. Dengan pengendalian (pemberian subsidi) yang maksimal, maka rakyat tidak akan bergejolak sehingga kekuasaan bisa tetap langgeng dan mendapat legitimasi.
Kali ini pengurangan subsidi dilakukan dengan logika bahwa penikmat subsidi sebagian besar adalah orang kaya. Data menunjukkan bahwa kelas menengah-atas yang memiliki kendaraan menjadi konsumen yang paling banyak memakai BBM bersubsidi. Sedangkan rakyat kecil yang untuk makan saja sudah susah, jauh dari memakai BBM. Walaupun sebenarnya, naiknya harga BBM, secara otomatis akan tetap adn malah semakin membuat rakyat miskin.
Sementara BBM itu mengalami kenaikan sekitar sebesar 30 %. , maka pemerintah merasa perlu mengalihkan dana subsidi BBM tersebut untuk rakyat kecil melalui program BLT (Bantuan Langsung Tunai). Rakyat yang digolongkan dalam kategori miskin berhak menerima uang cuma-cuma sebesar 100 ribu rupiah setiap bulannya hingga Desember 2008. Program kredit riangan dan program padat karya kemudian akan menyusul. Penerapan program kartu kendali (smart card)juga akan dilakukan.
Kebijakan ini sekilas terkesan sangat mementingkan rakyat kecil. Rakyat menjadi alasan utama dari seluruh rangkaian kebijakan ini. Pemerintah merasa sudah tidak memiliki rencana lain selain pengurangan subsidi. Padahal dengan pengurangan subsidi ini maka rakyat kecil tetap dan makin sengsara. Pemberian BLT (yang pernah dilakukan tahun 2005) tidak bisa dikatakan sukses. Selain tidak mencukupi. Pemerintah secara tidak sadar mengejari rakyatnya untuk mengemis.
Tidak ada satu pun political will dari pemerintah menyangkut 'kutukan subsidi' ini. Pemerintah selalu mengatas namakan rakyat kecil sebagai alibi. Padahal, seharusnya pemerintah harusnya paham bahwa tingginya biaya pembelian BBM karena kebijakan terhadap energi yang amburadul. Pemerintah juga seperti menutup mata terhadap praktek ekonomi biaya tinggi terkait dengan pengelolaan energi itu sendiri. Praktek-praktek tidak sehat seputar pengelolaan hasil energi juga bukan menjadi hal yang utama untuk diselesaikan. Jika saja, pemerintah bisa menumpas tuntas segala 'praktek kotor' yang ada di tanah air ini, niscaya jika pun ada subsidi, pastilah akan sangat kecil.
Pemerintah pun juga tidak berani mengambil sikap tegas untuk 'ber-empati' terhadap rakyat kecil. Empati politik dan ekonomi yang konkrit bisa dilakukan pemerintah SBY adalah dengan mengurangi begitu banyaknya pos fasilitas pejabat yang nilainya sangat besar. Fasilitas itu antara lain adalah gaji, kendaraan, tunjangan, dana perjalanan pejabat yang dihambur-hamburkan oleh negara. Dengan pengurangan pos-pos anggaran buat itu, apa yang dilakukan oleh pemerintah tidak sekedar pepesan kosong tentang dongeng mengutamakan rakyat kecil.
Sebaiknya jika memang pemerintah ingin menjadi pemerintah yang berwibawa, sebaiknya perlu langkah berani sesungguhnya untuk menunjukkan bahwa mereka memang berpihak pada rakyat kecil. Jangan hanya bisa menyuruh semua orang untuk berhemat, tapi mereka tetap berlimpah fasilitas dan menghambur-hamburkan kekayaan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar