Cerita Serem K*s Nightmare
https://youtu.be/-4HI1_LTWIk
Seorang teman di FB menghubungi saya lewat inbox setelah ia membaca posting saya soal Wednesday Slow Machine (WSM) di FB beberapa waktu lalu. Bukan untuk membahas WSM atau hal yang terkait lagu dalam posting itu, Mbak “L” ini rikues ke saya agar saya bisa posting juga soal program horor legendaris khas milik radio ini yang sempat jaya pada periode 90an.
OK lah, akhirnya saya sempatkan waktu untuk mengabulkan permintaannya. Selain thread cerita horor tentang "Desa Penari" lagi berkeliaran di medsos selama sepekan ini, enggak ada salahnya kan menyenangkan hati penggemar. Uhuk!
Nama program horor yang dimaksud adalah K*s Nightmare (nah, jadi makin ketahuan kan nama radionya). K*s Nightmare mengudara tiap Kamis malam, berdurasi 3 jam dimulai pukul 22.00 WIB. Formatnya adalah mendengarkan cerita seram kiriman surat pendengar yang dibacakan oleh penyiar atau yang diceritakan langsung oleh pendengar lewat sambungan telepon. Suasana spooky dibangun selama acara ini berlangsung. Mulai dari gaya bicara penyiar yang (kadang sok) misterius dan berbagai suara latar pendukung, baik musik maupun efek suara.
Mendengarkan dengan khidmad program ini jadi “ritual” rutin tiap malam Jumat. Sebelum acara dimulai, selalu ada harapan agar ada cerita seram (cerem) bagus (maksudnya jalan ceritanya bagus dan level seramnya tinggi). Jika ada yang seram bagus, esok paginya pasti akan jadi trending topic pembicaraan saat kami sarapan di kantin jelang masuk kuliah. Ada beberapa cerem bagus menurut versi saya dan masih saya ingat. Berikut salah duanya yang dapat saya bagikan malam ini.
Cerem pertama.
Ini tentang kisah seorang pemuda yang sedang menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) di sebuah desa di Kalimantan sekitar akhir tahun 80an. Oleh sepasang suami-istri yang cukup terpandang di desa itu, ia diperbolehkan tinggal di rumah mereka selama masa KKN. Rumah yang cukup besar ini hanya dihuni oleh mereka pasangan paruh baya yang ramah. Tidak ada kejadian apa-apa pada dua malam pertama.
Pada malam ketiga, saat sedang mengerjakan laporan harian hingga larut malam, pemuda ini mendengar suara aneh dari kamar sebelah. Karena sedang fokus dengan tugasnya, dia mencoba untuk tidak menghirukan suara yang terdengar sayup-sayup itu. Namun mendadak hatinya tergerak untuk memeriksa kamar sebelahnya, tempat suara itu berasal. Dia tidak keluar kamar untuk datang langsung ke kamar sebelahnya, tapi hanya mencoba mengintip lewat lubang kecil yang sengaja ia buat dengan cepatnya pada dinding anyaman bambu pemisah kamar.
Lewat celah yang sangat kecil itu ia melihat sosok perempuan memakai gaun panjang berwarna putih sedang duduk sendirian di kamar sebelah. Sambil bersenandung pelan, perempuan itu terlihat sedang menyisir dengan tangan kanan rambutnya yang terurai hingga pinggang. Posisi duduk perempuan itu agak menyamping sehingga pemuda ini hanya bisa melihat sisi sebagian dari bagian wajahnya. Pemuda ini tidak merasa takut sama sekali. Ia terus memperhatikan perempuan itu sampai akhirnya ia teringat akan satu hal.
Ia segera bergeser agak menjauh dari dinding dan berguman dalam hati. “Eh, bukannya di rumah ini yang tinggal cuma bapak dan ibu, ya?”, batinnya. Lagi pula yang ia tahu, kamar di sebelahnya itu memang kosong dan menurut bapak penghuni rumah hanya dijadikan tempat menyimpan barang-barang keluarga.
Namun bukannya malah takut, ia justru penasaran dan kembali merapatkan matanya ke dinding untuk melihat perempuan itu. Saat ia mengintip lagi kamar sebelah, perempuan itu sudah tidak tampak. Yang terlihat hanya pemandangan warna merah pekat. Suasana pun menjadi demikian hening sehening-heningnya. “Kemana dia?”, tanyannya. Hanya ada suara pelan nafas orang lain selain dirinya. Pemuda itu pun akhirnya memutuskan untuk langsung tidur.
Esok paginya sebelum turun lapangan, ia sarapan bersama pemilik rumah. Di momen itulah ia menceritakan kepada pasangan bapak dan ibu kejadian yang dialaminya semalam. “Memang ada yang menginap juga di sini semalam, pak?”, tanyanya ke sang bapak. Sang bapak langsung menghela nafas panjang, sementara Si Ibu langsung tertunduk, wajahnya berubah muram. “Lho, ada apa, pak?”, tanya pemuda itu penasaran.
Bapak pun mulai bercerita, “Dik, kami memang sebenarnya punya seorang anak perempuan seumuran denganmu. Dia sangat baik dan cantik. Seperti yang adik ceritakan, rambutnya panjang sepinggang”. Bapak berhenti sejenak mengatur nafas agar lebih tenang. “Tapi kami harus kehilangan dia untuk selama-lamanya karena dia nekad bunuh diri. Dia malu pada dirinya sendiri setelah ia mengalami kecelakaan”, lanjutnya.
“Memangnya kenapa dia harus malu, pak?”, tanya anak muda makin penasaran. “Iya, akibat kecelakaan itu, mata kirinya cacat. Warna bola mata kirinya menjadi merah total”, pungkas bapak. Pemuda itu pun sontak terbelalak (kamera zoom in zoom out, eh ini kan radio jadi enggak kelihatan mukanya ya). Jadi warna merah pekat yang dia intip semalam itu adalah ....
Cerem keduanya to be continued yaaa.
:::
Lagu "Old and Wise" milik The Alan Parsons Project lumayan sering diputar dalam program ini. Biasanya diputar di ujung acara atau kadang di sela-sela antar kisah yang diceritakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar