Menyaksikan Urusan Pribadi Keluarga di TV
Semakin mengkhawatirkan saja perkembangan program reality show (RS) di televisi Indonesia. Semakin banyak sajian seperti ini diterima oleh kebanyakan penonton kita, semakin gencar pula para pencipta program ‘nyata’ ini mencari sesuatu yang beda dari yang sudah ada. Urusan antar pribadi, privasi seseorang, kenyaman individu ataupun masyarakat sudah diterobos sedemikian rupa demi sebuah program yang namanya reality show!
Yang paling gres adalah program “Masihkah Kau Mencintaiku???”. Semalam untuk pertama kalinya saya menyaksikan program ini. Di 5 menit pertama, kesan saya terhadap program ini adalah kampungan. Begitu menyaksikan lebih lama lagi, saya semakin yakin bahwa program ini sangat kampungan dan tidak bermutu. Entah memang ‘nyata’ atau rekayasa, yang jelas program ini tidak penting sekali untuk ditonton.
Urusan pribadi suami istri yang berada diambang perceraian dihadirkan dengan apa adanya. Melibatkan keluarga besar kedua belah pihak serta anak. Dipandu dua orang host dan ditonton oleh banyak orang di studio yang tidak sedikit meneteskan air mata. Hadir pula penasehat dan pakar psikolog sebagai ahli untuk mendukung penyelesaian masalah.
Pihak-pihak yang berselisih tidak malu urusan pribadi mereka diketahui publik. Layaknya kasus selebriti yang dikupas habis buat komsumsi publik, mereka pun berada di posisi serupa. Meski mereka memakai topeng ala ‘Putri Malam’, tetap saja wajah mereka mudah dikenali jika kita nantinya bertemu.
Apa sebenarnya yang terjadi di masyarakat kita? Jika memang ini ‘nyata’ dan steril dari bermainnya aktor watak atau paling tidak unsur rekayasa, apakah memang sebagian masyarakat kita lebih nyaman menyelesaikan masalah pribadinya di depan publik ketimbang disembunyikan? Budaya apa yang melatarbelakangi semua trend ini?
Seperti yang sudah pernah saya tulis, atas nama ingin membantu menyelesaikan masalah antar pribadi, menyajikan realita sosial dan (bisa jadi) tontotan hiburan tersendiri, RS tampil sebagai pahlawan bagi masyarakat. Padahal kita belum tentu tahu semuanya itu sebenarnya dikemas demi kepentingan rating semata. Ujung-ujungnya apalagi kalau bukan demi uang, sebagai penggerak utama industri pertelevisian.
Sebagian besar masyarakat penonton kita memang doyan dengan tayangan yang menyuguhkan “kenyataan yang bisa membuat haru biru”. Ini jelas diperhatikan betul oleh pihak-pihak yang memosisikan tipe penonton seperti ini sebagai pasar yang pasti (captive market). Harus terus dipelihara dan bahkan harus dikembangkan.
Harus ada gerakan moral untuk bisa membendung langkah-langkah seperti di atas. Permintaan masyarakat akan tayangan sejenis sulit untuk dibendung. Namun bukan tidak mungkin bisa dirubah. Permasalahannya ada pada yang memberikan penawaran. Di poin inilah seharusnya pihak yang berwenang memberikan penekanan kepada stasiun televisi agar tayangan yang disajikan bisa merubah cara menonton masyarakat. Jangan hanya karena melulu demi uang, persoalan pribadi individu, keluarga dan masyarakat diacak-acak.
1 komentar:
memang itu acara gila, kok. penuh rekayasa. diriku pun sedang ingin menulis tayangan itu, yang jiplakan dari amrik, india, dan inggris.
memalukan teve kita!
Posting Komentar