Jumat, 20 Februari 2009

Masih Tentang Rencana Piala Dunia 2022 di Indonesia

Masih Tentang Rencana Piala Dunia 2022 di Indonesia

Saya pernah menulis di blog ini tentang niat PSSI mengajukan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia (PD) 2018 atau 2022 ke FIFA. Setelah serangkaian komentar, dukungan serta cemooh banyak tokoh dan pihak, akhirnya PSSI (baca: hanya PSSI, bukan pemerintah atau unsur lain) memang benar-benar membulatkan tekad masuk dalam arena persaingan menjadi host PD 2022 melawan Inggris, Australia dan negara-negara lain.

Seperti terus bergerak sambil menyanyikan lagu “Maju Tak Gentar”, para petinggi PSSI memastikan niatnya itu lewat sebuah jumpa pers. PSSI sungguh-sungguh? Saya masih bingung dan tidak habis pikir dengan langkah spektakuler PSSI dalam rencana proyek mercusuarnya itu. Apa sebenarnya yang diinginkan oleh mereka?

Betapa saya tidak semakin bingung. Belum ada koordinasi dengan semua pihak terkait dan ‘modal’ yang kuat untuk menggelar PD. PSSI telah melakukan taking for a granted, padahal belum tentu pemerintah bisa mendukung. Emang sih, Menpora sudah mendukung langkah sebelah pihak ala PSSI itu. Tapi Menpora sendiri ternyata masih harus konsultasi dengan bosnya, presiden. Buat PSSI, istilah gampangnya,” Yang penting maju dulu, urusan begini begitu belakangan”.

PSSI berdalih soal kendala ekonomi yang seharusnya bukan masalah karena Meksiko dan Brasil saja yang ekonomi di bawah Indonesia, bisa menjadi tuan rumah. Iya, ada benarnya. Tapi perlu diingat mereka punya tradisi sebagai peserta putaran final PD. Disamping itu, kekuatan timnas mereka jauh berada di atas kita. Kita sendiri? Anggap aja ini pertanyaan retorik.

Soal keberhasilan menjadi (salah satu) tuan rumah Piala Asia (PA) 2007. Eiit, tunggu dulu. Siapa yang bilang berhasil kalau lampu stadion tiba-tiba padam, lapangan latihan tidak standar, kisruh soal tiket dan lain sebagainya. Lagipula PD jauh berbeda dengan PA, baik dari jumlah peserta, fasilitas, standar turnamen dan lain sebagainya.

Mungkin beda ceritanya jika ‘ide gila’ ini muncul dari pemerintah sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam banyak hal, baik politik maupun ekonomi. Pemerintah tinggal menunjuk PSSI sebagai lembaga sepakbola untuk mengurus soal pencalonan sekaligus kordinator penyelenggaraan. Hitung-hitungan biaya sarana dan prasarana yang dibutuhkan bukanlah perkara sulit, jika memang pemerintah punya political will dalam membantu program ini.

Saya khawatir ide nyeleneh ini hanya bagian dari skenario tingkat tinggi para elit di PSSI. Bukan tidak mungkin bahwa isu yang berkaitan dengan proyek jangka panjang skala raksasa, memang digunakan sebagai cara mempertahankan status quo oknum petinggi PSSI yang tampaknya enggan lengser dari kursi PSSI. Jika benar, ini sangat disayangkan.

Terhadap perkembangan yang terjadi hingga hari ini, saya memang tidak mau terus diajak bermimpi oleh PSSI. Mereka seharusnya malu pada diri sendiri. Benahilah terlebih dahulu organisasi, kompetisi, prestasi tim nasional, baru bicara soal menjadi tan Rumah PD. Urusan dan cara mengurus sepakbola ala PSSI masih jauh dari bagus. Bicara soal mimpi, kita bisa katakan bahwa wajah sepakbola kita saat inilah mimpi buruk yang sedang kita jalani.
Berkacalah PSSI...

Tidak ada komentar:

Arsip Blog