Rabu, 21 Januari 2009

Citra Baik Pemerintah Dengan Turunnya BBM

Citra Baik Pemerintah Dengan Turunnya BBM

Mengutip sebuah iklan partai Demokrat di televisi kita bisa menyaksikan kata-kata: “Harga BBM diturunkan.. Harga BBM diturunkan.. Harga BBM diturunkan”, “Pertama kali dalam sejarah”. Lalu juga komentar rakyat yang senang akan turunnya harga BBM. Sebuah pesan politik yang mengisyaratkan kebaikan pemerintah kepada rakyatnya. Tidak hanya di televisi, di radio dan koran pun iklan serupa gencar diudarakan dan dimuat.
Bagi yang melihat secara telanjang, kesan yang ditangkap adalah turunnya harga BBM adalah karena usaha dan good will pemerintah semata. Padahal kita pun semua tahu, turunnya harga BBM nasional adalah akibat logis anjloknya harga minyak mentah dunia. Bahkan seharusnya harga BBM premium yang dipatok Rp 4.500, bisa diturunkan kembali jika mengacu pada harga minyak mentah dunia yang turun ke nilai 30 dolar AS per barel.

Mengapa pemerintah harus menurunkan harga BBM bersubsidi hingga 3 kali? Apakah karena mengikuti mekanisme pasar minyak global atau karena muatan politis untuk sengaja menurunkan secara bertahap? Kita tidak bisa menyimpulkan apakah iklan politik itu baru dibuat setelah turunnya harga BBM nasional sebanyak 3 kali atau memang sudah direncakan karena adanya move menurunkan harga BBM berkali-berkali.

Dengan diturunkan secara bertahap sebanyak 3 kali, ada faktor psikologis publik yang mau dimainkan oleh pemilik kepentingan tertentu. Ada pesan yang ingin disampaikan bahwa pemerintah bisa menurunkan harga BBM berkali-kali ( 3 kali). Walaupun nilai penurunannya hanya Rp. 500 saja per tahap. Sekali lagi, yang penting pesan tentang berkali-kalinya itu yang diutamakan.

Kita seharusnya ingat bagaimana pemerintah menyalahkan kondisi pasar minyak dunia yang menembus harga 160 dolar AS per barel, untuk menaikkan harga BBM sebesar 30 %. Saat harga BBM nasional, kondisi merosotnya minyak dunia tidak digembor-gemborkan seperti saat harga minyak dunia merangkak naik. Ada kesan memang pemerintah-lah yang menentukan turunnya harga BBM. Padahal harga BBM lokal sudah semestinya turun, bukan diturunkan. Ini berbeda.

Terlebih yang menjadi sorotan adalah siapa yang mengumumkan kenaikan dan penurunan harga BBM. Saat naik, menteri terkait tampil mengumumkan bad news kepada publik. Namun di saat turun, yang menyampaikan good news langsung presiden. Wajar, jika kita melihat adanya sebuah komunikasi politik yang sudah dibangun untuk politik pencitraan.

Bagaimana juga nasib proyek investigasi DPR terhadap kebijakan perminyakan dan juga usaha pengungkapan mafia-mafia minyak di tanah air saat harga BBM naik? Semuanya lenyap seiring waktu dan turunnya harga BBM. Kini semuanya sibuk untuk persiapan pemilu nanti. Akhirnya kepentingan rakyat akan kejelasan politik minyak kita semakin tidak terpenuhi. Rakyat hanya dijejali iklan-iklan politik pepesan kosong yang sudah basi sama sekali.

Tidak ada komentar:

Arsip Blog