Mengapa Indonesia Kalah dari Singapura?
Indonesia akhirnya harus kembali menunggu waktu yang tepat untuk bisa mematahkan rekor kehebatan Singapura. Tim Merah Putih takluk 0-2 (0-1) Selasa malam (9 Desember 2008) di Stadion Gelora Utama Bung Karno, Jakarta, dalam laga terakhir di Group A, AFF Suzuki Cup 2008. Meski kalah, Indonesia tetap melaju ke semifinal sebagai runner up Group A akan menghadapi Thailand, juara Group B.
Jelang laga kontra Singapura, banyak harapan tercurah agar Indonesia bisa memukul Singapura untuk pertama kalinya. Kualitas individu dan permainan secara tim dalam dua pertandingan terakhir bisa dikatakan baik. Selain sedang berada dalam jalur kemenangan, faktor tuan rumah menjadi penguat asa yang sebenarnya tidak berlebihan itu. Di atas kertas, tidak ada alasan buat kalah dari Singapura.
Yang bisa kita saksikan dan amati di pertandingan semalam justru tidak tercatat dalam hitung-hitungan yang ada.Sebelumnya saya ingin menegaskan bahwa jangan kendala kelelahan dijadikan sebagai faktor utama kegagalan kita. Kita lelah, Singapura juga demikian. Mereka punya waktu istirahat yang sama. Jika alasan ini dinomorsatukan, berarti memang ada yang salah dengan kebugaran dan kekuatan fisik pemain-pemain kita dibanding dengan lawan.
Ada beberapa kendala secara teknis yang begitu kentara dalam laga prestisius itu. Saya pernah menulis bahwa pola permainan 4-4-2 kita mudah dipahami lawan. Hal itu kembali terbukti dengan permainan Singapura yang menumpuk 5 gelandang di tengah untuk meredam laju bola baik dari sayap maupun dari tengah lapangan. Mereka bermain disiplin dan efektif. Dari cara mereka bermain, jujur kita harus katakan permainan dan metal mereka lebih matang.
Sementara Benny Dollo tetap menurunkan tim andalannya. Kita bisa dengan jelas melihat dalam 30 menit pertama, tidak ada kontribusi yang tinggi dari M. Ilham dan Arif Suyono di sektor sayap. Terutama M. Ilham yang ‘tusukan’nya tidak setajam dibanding saat jumpa Myanmar. Malah dia sering membuat pelanggaran tidak penting dan ‘bermain sendiri’.
Serangan kita monoton. Parahnya mayoritas bola yang masuk ke kotak 16 berasal dari umpan lambung. Seakan kita percaya bisa ‘melewati’ pemain-pemain jangkung Singapura. Sulit sekali kita membuka tembok belakang Singapura untuk lebih banyak melakukan tendangan jarak jauh. Peluang yang didapat dari umpan tusukan hasil ciptaan Firman Utina, Punaryo dan Arif Suyono bisa dihitung dengan jari.
Meski berasal dari bola mati, gol cepat Singapura menit ke-3 punya pengaruh tersendiri terhadap mental Bambang Pamungkas Cs. Umur pertandingan masih sangat muda, tapi sudah defisit terlebih dulu. Target menang sebelum laga menjadikan beban semakin berat. Saat melawan Myanmar dan Kamboja, permainan Tim Merah Putih lebih lepas.
Budi Sudarsono tidak tampil seperti biasanya. Pergerakannya mudah dibaca dan dipatahkan anak-anak Singapura. Berbeda dengan barisan belakang Indonesia yang bermain cukup tegang, meski hanya ada Agu Casmir sebagai ujung tombak. Catatan buat permainan M. Robby juga ada. Entah karena terpengaruh nama besar, ia sering ragu menghentikan langkah Agu Casmir.
Saat serangan Indonesia menemui jalan buntu selama 30 menit pertama, saya berharap Om Benny mau melakukan ‘penyegaran’ personil dan permainan tim. Aliyudin yang punya kecepatan tentunya akan memberikan determinasi tersendiri buat serangan kita. Sayang, Ali baru masuk di 20 menit terakhir. Syamsul Chaerudin juga terkesan terlambat masuk. Ia pun masuk karena Firman Utina sudah off play. Kalah 0-1 atau 0-5 sama saja. Seharusnya kita lebih berani menyerang dengan cukup menempatkan 3 bek tengah saat ketinggalan.
Kita sudah kalah, tapi belum berakhir. Masih ada kesempatan untuk tetap meraih gelar. Masa istirahat 5 hari harus lebih dari cukup untuk memulihkan kebugaran. Melawan Thailand, kita tidak bisa bermain seperti itu lagi. Mudah-mudahan mental tempur pemain kita belum runtuh dengan kekalahan semalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar