Kamis, 11 Desember 2008

Jangan Bela Guru Preman

Jangan Bela Guru Preman

Dua hari ini saya menyaksikan lewat TV berita penganiayaan yang dilakukan oleh seorang guru olahraga terhadap beberapa orang siswa di sebuah STM di Gorontalo. Peristiwa penganiayaan yang direkam dengan kamera ponsel itu dilakukan Awaludin dengan cara menampar siswa satu per satu. Dikabarkan, masyarakat Gorontalo gempar dengan kejadian ini.

Saya pun mendengar komentar Oliver, anak saya yang duduk di kelas 3 SD, soal berita ini. “Kok, guru seperti itu sih?” tanyanya. “Kayaknya enggak mesti pakai kekerasan deh” lanjutnya. Sebuah pertanyaan dan pernyataan jujur dari anak kecil yang melihat dunia pendidikan tidak mengajarkan nilai-nilai seperti yang ia saksikan.

Anehnya, pihak Suku Dinas Pendidikan Gorontalo melakukan perlindungan dengan membela ‘preman’ ini. Melalui dengar pendapat dengan DPRD setempat, pihak birokrat itu malah menyerang para siswa yang dianggap bersalah. Para siswa diharuskan minta maaf. Setali tiga uang dengan atasannya, Awaludin pun berusaha membela diri bahwa yang dilakukannya untuk mendisplinkan murid-murid yang nakal. Semua terlihat jelas di tayangan TV yang saya lihat siang ini.

Acungan jempol saya berikan kepada pihak DPRD Gorontalo yang tetap menyalahkan sang guru. Wakil rakyat tidak membenarkan cara-cara mendidik dengan kekerasan. Bahkan beberapa kalangan mendesak agar kasus ini dipidanakan agar memberikan efek jera kepada pelaku dan juga peringatan bagi pelaku pendidikan lainnya.

Prihatin sekaligus geram dengan apa yang terjadi dalam dunia pendidikan kita. Saat kolega lainnya sedang berjuang setengah mati mencari status yang tetap, yang satu ini malah mencari perkara. Bisa jadi ini adalah wajah para pendidik bermental preman yang tidak terekspos media. Banyak saya temui dan dengar perilaku guru yang semena-mena terhadap muridnya.

Pilihan menjadi guru adalah pilihan yang mulia sekaligus berat. Menjadi guru secara tidak langsung berarti melakukan pengabdian terhadap sesama. Sama seperti peran orang tua, apa yang diucapkan dan dilakukan guru akan ditiru oleh anak didiknya. Adalah tugas guru untuk menjadikan perilaku, mental dan daya intelejensi muridnya lebih baik.

Seberat apa pun pelanggaran yang dilakukan oleh siswa, bukan berarti cara-cara kekerasan di lingkungan pendidikan dibenarkan. Masih banyak cara lain yang lebih educated dan elegan buat membentuk manusia terdidik. Dengan statusnya sebagai pendidik, yang notabene-nya adalah orang yang terdidik, dengan tindakan yang dilakukan itu, saya rasa hukuman yang keras layak diberikan. Mau mencetak generasi penerus seperti apa jika pencetaknya saja seperti itu?

Tidak ada toleransi untuk pelanggaran yang dilakukan preman berjubah guru.

Tidak ada komentar:

Arsip Blog