Jumat, 14 November 2008

Tidak Ada Kompromi Buat Pemain Brutal

Tidak Ada Kompromi Buat Pemain Brutal
Kembali terulang seperti sebuah tayangan kekerasan di TV, tindakan brutal pemain Liga Indonesia yang terjadi baru-baru ini. Yang terberat, mulai dari aksi pemukulan beberapa pemain Persik Kediri terhadap pemain PSMS Medan di Liga Super akhir Oktober lalu, hingga pengeroyokan wasit yang dilakukan pemain PSIR Rembang secara berjamaah di Bolaang Mongondow dua hari lalu. Untuk kasus amuk massa anak-anak Rembang terhadap wasit, Menegpora sampai-sampai memberikan kritik pedasnya.
Melihat rekaman kejadian lewat TV membuat saya rihatin sekaligus geram. Kita disuguhkan oleh aksi kejahatan tinggi sepakbola yang terjadi di lapangan sepakbola. Pastinya kita bertanya apa sebenarnya yang dicari oleh pemain sepakbola Indonesia (juga asing) dalam bersepakbola. Alasan yang dikeluarkan oleh pihak-pihak yang terlibat adalah kepemimpinan wasit yang tidak adil. Pemain yang lelah dan berada dalam tekanan, pastinya akan tersulut jika wasit berat sebelah.
Prestasi belum didapat-dapat tapi aib sepakbola tampaknya belum mau menjauh. Persoalan wasit juga aib klasik. Tapi yang lebih penting dari semua itu adalah mental pemain kita yang masih saja beredar di tingkat kampung. Tidak manner dan menjadi panutan buat generasi sepakbola mendatang. Jangan bicara skill dulu jika tabiat masih jongkok.
Kita harus kembali pada prinsip sepakbola yang menjunjung tinggi nilai sportifitas. Bagaimana kita bisa berada dalam level tinggi sepakbola jika mental pemainnya saja masih mental preman. Lihatlah bagaimana pemain-pemain Eropa yang berkelas dunia tetap bisa bermain meski dicurangi habis-habisan oleh wasit. Mereka protes tapi tetap sopan dan tahu aturan! Meski nantinya dilihat ada pelanggaran, badan sepakbola bersangkutan akan menghukum dengan adil.
Percuma kita dihamtam bertubi-tubi oleh tayangan sepakbola dunia yang banyak memberi contoh etika sepakbola pemain, jika ternyata kita hanya mencontoh hingar-bingar kemeriahan sepakbola-nya saja. Jika sepakbola Eropa enak ditonton dan para pemainnya punya aturan. Di Indonesia sudah kurang enak ditonton, atraksi para pemain mental rendahan pun jadi bonus tambahan. Sepakbola kita makin tidak ada indah-indahnya.
Untuk itu, kita semua harus sepakat untuk memberikan contoh kepada masyarakat sepakbola dengan menghukum seberat-besatnya para pelaku pengeroyokan di Bolaang Mongondow. Tidak ada kompromi buat penghancur sepakbola Indonesia.

Tidak ada komentar:

Arsip Blog