Teguran Buat Khotib Jum’at
Hari ini ada pengalaman yang tidak biasa. Kejadian seputar pelaksanaan sholat Jum’at. Baru kali ini saya mendengar ada jemaah yang mengingatkan khotib yang sedang berkhutbah untuk berhenti.
Hari ini ada pengalaman yang tidak biasa. Kejadian seputar pelaksanaan sholat Jum’at. Baru kali ini saya mendengar ada jemaah yang mengingatkan khotib yang sedang berkhutbah untuk berhenti.
Ceritanya begini, saya yang hendak menjemput anak saya sekolah. Sesuai jadwal, anak saya akan keluar sekolah pukul 12.30 WIB atau setelah sholat Jum’at selesai. Karena sudah mepet, saya memutuskan untuk sholat Jum’at di sebuah masjid yang letaknya kurang dari 1 km dari sekolah anak.
Saya sholat di Masjid Islamic Center Al Madina di daerah sekitar Pulomas. Masjid ini yang masih dalam tahap pembangunan dan masih menyisakan sekitar 20 % penyelesaiannya. Saya masuk masjid pukul 11.55 WIB, mengambil posisi di barisan kedua depan mimbar . Khotib pun mulai berkhutbah pukul 12.05 WIB.
Sang khotib yang namanya ada embel-embel ustadz dan Drs, membawakan isi khutbah yang standar dan dengan gaya yang standar pula. Seperti biasa, khutbah kurang menarik, saya pun juga tidak tertarik. Terlebih seringnya terdengarnya istilah-istilah yang tidak umum untuk audiens yang berasal dari berbagai lapisan.
Waktu menunjukkan pukul 12.30 WIB, Khotib masih asyik berceramah untuk sessi pertamanya. Seperti ingin menyampaikan banyak hal tapi tidak sadar bahwa para jemaah (yang umumnya pasti) sedang berpuasa dan tentu punya keperluan lain.
Sepuluh menit berselang, Khotib masih tak bergeming dan seakan tidak peduli keadaan sekitarnya. Saya mulai melihat kiri-kanan serta belakang dari saya jemaah lain . Beberapa wajah tampak resah. Mungkin itu juga cermin dari wajah saya yang sudah sangat bosan.
Jarum panjang berada di angka 9, khutbah pertama pun belum rampung-rampung. Tiba-tiba terdengar suara teriakan dari arah barisan ketiga di kanan belakang saya. “Udah, kelamaan!!”. Saya kaget bukan main. Serta merta, khotib pun menutup khutbah pertamanya. Ia pun tidak berlama-lama saat menunaikan khutbahnya yang kedua.
Pernah saya sholat Jum’at di daerah Jalan Panjang. Saat khutbah yang membosankan dirasakan over time, paling-paling jemaah hanya menggerutu saja. Tapi kejadian yang terbaru ini bagi saya langka. Sejak SMA, saya selalu diingatkan bahwa dalam sholat Jum’at tidak dibenarkan bagi jemaah untuk berbicara saat khutbah apalagi berteriak menegur khotib.
Saya pernah menulis di blog saya ini bahwa memang sering kali khotib tidak sadar akan hal ini. Saya juga bukan ahli dalam bidang ceramah agama. Yang diperlukan disini adalah hanya kesadaran diri, sadar akan keadaan jemaah dan juga waktu. Singkat kata, paham kondisi lah.
Kejadian ini bisa diambil hikmahnya. Seharusnya khotib bisa lebih pandai menyampaikan ceramahnya dan bisa mengatur waktu. Untuk jemaah yang ingin mengingatkan khotib pun bisa melakukannya dengan cara yang cantik. Misalnya, memberi kode tertentu yang sudah disepakati bersama.
Khutbah secara isi maupun penyampaian mutlak harus menarik. Lebih bermakna tanpa perlu dibumbui pesan-pesan agitasi. Sholat Jum’at yang harusnya bisa menjadi sarana persatuan umat, bisa jauh dari sasaran jika kondisi seperti ini tetap terjadi. Umat hanya terpaksa berangkat ke masjid untuk mendengar secara formalitas saja khtbah yang disampaikan. Yang penting adalah isinya singkat tapi padat dan mudah dicerna oleh umat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar