Senin, 04 Agustus 2008

Pengalaman Makan Untuk Yang Pertama Sekaligus Terakhir

Pengalaman Makan Untuk Yang Pertama Sekaligus Terakhir

Tentunya banyak tempat makan yang enak dan nyaman untuk dikunjungi. Memang paling enak jika dua hal yakni enak dan nyaman (meski ini sangat relatif) menjadi alasan semua orang untuk menyantap masakan di temnpat tertentu. Apalagi jika faktor harga yang miring ikut-ikutan melengkapi, tingkat kepuasan pelanggan akan tinggi pula.

Hal lain yang punya peran besar adalah pelayanan. Mungkin banyak orang yang tidak setuju dengan saya. Sebagian besar orang masa bodoh dengan pelayanan. Yang penting enak, nyaman, harga murah, bukan persoalan jika pelayanan penjual biasa-biasa saja atau bahkan di bawah standar.

Bagi saya, boleh saja makanan enak, tempat nyaman dan harga OK. Tapi jika pelayanannya mengecewakan, nilai tempat jualan yang bersangkutan menjadi tidak istimewa. Baik untuk makan di tempat, take away, atau delivery, yang jelas jika cara melayaninya tanpa keramahan dan tidak becus, kita sendiri pastinya jengkel. Ini punya pengaruh tersendiri lho.

Iya sih, yang penting kan sebenarnya santapannya, perkara penjualnya mau jungkir balik bukan urusan kita. Tapi kebayang enggak, mentang-mentang masakannya sudah punya nama dan banyak peminat, terus jadi seenaknya dalam pelayanan. Yang paling buruk, sudah rasanya biasa saja alias B banget, pelayanannya justru di bawah B alias parah banget.

Pengalaman beberapa kali ini membuat saya berpikir bahwa yang namanya orang jualan itu memang susah. Selain yang dijual adalah kulinernya, sisi pelayanannya secara tidak langsung memiliki poin tersendiri. Lebih baik jangan pernah berjualan kuliner jika tidak bisa memberikan pelayanan prima.

Kemarin, saya sekeluarga makan di restoran C di Mal Artha Gading untuk pertama kalinya. Sekali lagi, klise memang., kita ingin coba-coba saja. Awalnya tidak ada yang salah. Namun masalah muncul saat pramusaji salah alamat memberi menu kepada kami dan menanyakan apakah kamimemesan menu yang dia tanyakan. Lalu cara mereka membersihkan meja yang asal-asalan. Soal cita rasa? Jauh dari istimewa. Kami pun cuma tersenyum sambil berkata,”Ini untuk yang pertama dan juga yang terakhir”.

Saat di Bali juga demikian. Padahal Bali yang sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup pada pariwisata seharusnya menjaga betul kualitas pelayanan. Di sebuah restoran yang cukup terkenal, pelayan tertentu terkesan malas-malasan dan tidak butuh konsumen dalam melayani kita sekeluarga. Jika saja tidak bersama keluarga, pastinya saya sudah ngeloyor pergi meninggalkan restoran itu.

Di jaman penuh persaingan ini, boleh lah rasa nomor satu. Tapi perlu diingat pelayanan tetap menjadi perhatian penting di mata konsumen. Disediakannya lembar saran bisa menjadi modal kuat penjual untuk meningkatkan pelayannya. Lebih bagus lagi jika penjual sendiri yang menanyakan langsung tentang tingkat kepuasan konsumen terhadap masakan dan pelayanan yang diberikan.

Tidak ada komentar:

Arsip Blog