Prediksi Jelang Pesta Bola Eropa 2008
Dalam hitungan hari, hajatan sepakbola terbesar Eropa akan digelar di Austri-Swiss selama hampir sebulan ke depan. Enam belas negara terbaik (Austria dan Swiss ditunjuk) akan bertarung memperebutkan tahta tertinggi sepakbola di benua biru itu. Tanpa kehadiran Inggris, tetap saja greget Euro 2008 tidak akan berkurang. Ada beberapa prediksi ringan seputar siapa kandidat terkuat peraih tropi (yang diperbaharui) Henry Delauney dalam perhelatannya yang ke-13 kali ini.
Saya melihat begitu banyak prediksi dan analisis dari berbagai media dan data. Dari semua analisis itu, saya memprediksi 3 negara peserta yang akan menjadi juara. Prediksi tersebut didasari oleh pilihan umum banyak pengamat, pilihan subjektif saya, dan pilihan terhadap kuda hitam yang diharapkan membuat kejutan.
Jerman menjadi yang terfavorit untuk mengembalikan mahkota juara yang terakhir singgah di tanah air mereka tahun 1996. Melihat komposisi pemain yang dimiliki oleh Joachim Loew, Jerman tampaknya memang terlihat kuat di segala sisi. Mayoritas punggawa tim Jerman pun adalah pemain yang bertarung di kompetisi domestik. Ini poin tersendiri buat tim. Karena mereka bisa lebih memadukan unsur Jerman yang terkenal punya karakter kuat. Mereka pun terkenal dengan mental sebagai tim turnamen.
Keuntungan dari Jerman adalah Loew diibaratkan seorang pengusaha yang tinggal meneruskan perusahaan besar yang ditinggalkan oleh pendahulunya. Ia memang sudah ikut memelihara tim panser saat menjadi asisten Jurgen Klismann sejak 2004 dan selama Piala Dunia 2006 lalu. Dengan latar belakang inilah, Loew tinggal memoles sedikit lagi agar penampilan Ballack Cs lebih mengkilap nanti. Melihat pencapaian Jerman dua tahun lalu dan target mereka yang mematok gelar juara, sangat bisa dimaklumi jika mereka menjadi kandidat terkuat juara.
Karena dalam sepakbola lebih seru jika ada kejutan. Maka pilihan tim yang akan memberikan kejutan bagi saya adalah Turki. Memang pilihan ini hanya akan membuat orang tersenyum sinis.
Tim besutan Fatih Terim ini memang jauh dari bursa taruhan peraih gelar juara. Tapi ingatkah kita pada kiprah Denmark '92 dan Yunani '2004? Tidak diunggulkan namun ternyata bisa memberi kejutan. Pilihan saya didasari oleh kondisi tanpa beban Nihat Kahveci Cs dalam turnamen ini. Militansi dan kepercayaan diri pemain Turki pun mulai bisa menyamai kelas Eropa. Jangan pula lupa, mereka adalah peringkat ke-3 Piala Dunia 2002. Saat itu mereka sama sekali tidak diunggulkan.
Namun jika ditanya pendapat pribadi, tentunya saya bisa sangat subjektif. Sejak saya kecil, saya selalu menjagokan Belanda. Bagi saya permainan Belanda adalah yang terbaik. Mereka memadukan seni sepakbola modern yang cantik dengan penguasaan bola tingkat tinggi. Gaya Total Football warisan Rinus Michels masih mendarah daging dalam tim Kincir Angin itu. Meskipun pelatih-pelatih setelah era Rinus kerap merubah pola, ciri permainan Belanda tetap kental terlihat.
Predikat juara tanpa mahkota pun melekat pada Die Oranye sejak masa Johan Cruyff. Terakhir mereka merebut gelar juara Piala Eropa adalah pada tahun 1988, masa keemasan Basten-Gullit-Koeman. Saya melihat materi tim yang dimiliki Belanda '88 dengan Belanda '08 ada kemiripan. Usia pemain rata-rata berada dalam usia emas. Namun dari pola permainan, tampaknya Basten akan lebih memilih pola 4-2-3-1. Sementara Sang master Total football sendiri kerap memainkan pola 4-3-3. Sekilas ini adalah skema ini seperti pola bertahan. Namun justru, dengan menumpuk 3 pemain di belakang 1 striker, Belanda akan bermain lebih agresif. Kaum penyerang dan lapangan tengah adalah formasi yang sempurna. Sedikit kendala Belanda berada di barisan pertahanan yang masih belum cukup kokoh. Namun dengan beradanya Edwin Van Der Saar di bawah mistar, hal ini diharapkan membuat Johnny Heitinga, Joris Mathijsen dan Wilfred Bouma tampil percaya diri.
Tinggal bagaimana memelihara mental bermain yang sering menjadi kendala bagi Belanda dalam setiap turnamen. Pemain Belanda perlu mengambil inspirasi dari mental super yang dimiliki generasi 88. Peran Basten tentunya bisa membuat mudah hal itu. Kini, selang 20 tahun, Basten jebolan generasi '88 sudah bukan pemain melainkan pelatih. Mungkinkan siklus 20 tahun akan kembali terulang? Kita lihat saja nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar