Melihat Dari Dekat Birokrat Terdekat Kita
Sudah tiga hari ini saya mondar-mandir ke kantor pemerintahan dalam lingkup yang tidak besar. Dikatakan lingkup yang tidak besar karena memang kantor kelurahan dan kantor kecamatan, tempat saya mengurus persoalan administarsi ini, adalah lembaga formal terkecil dalam struktur pemerintahan (kota). Ada beberapa cerita lama yang sebenarnya sudah basi untuk dibagi menyangkut birokrat kita.
Keperluan saya ke kantor kelurahan (Pisangan Baru) adalah untuk mengurus surat kematian nenek. Berbekal uang seadanya (biasanya untuk biaya administrasi dll), saya datang setelah makan siang. Kesan pertama yang saya rasakan adalah suasana jauh dari kantor sebagaimana mestinya. Waktu menunjukkan pukul 13.05. Tapi tirai loket pelayanan juga belum terbuka. Pemandangan dimana mayoritas pegawai memakai sandal jepit bukanlah hal yang perlu dipertanyakan. Orang-orang pemerintahan itu seperti sedang kerja dirumah saja tapi memakai seragam. Padahal di depan loket pelayanan, terpampang tulisan besar dengan jelasnya, "Berpakaianlah Yang Rapi".
Wajah-wajah yang saya jumpai pun kebanyakan wajah yang lesu alias tidak bersemangat. Hanya ketika saya mencoba memecah kebekuan dengan joke-joke ringan, barulah senyum dan tawa yang seharusnya dilempar ke masyarakat yang dilayani keluar. Ada kejadian yang sedikit membuat saya kesal. Saat saya ingin meminta legalisir, seorang oknum pegawai dengan entengnya berkata,"Sama yang lain aja yach, saya lagi sibuk". Sambil melakukan kegiatan tulis-menulis, oknum itu tidak peduli dengan keberadaan saya. Sekali lagi, padahal di atas loket tempat oknum itu berada, terpampang tulisan tentang pelayanan prima.
Jiwa usil saya keluar. Saya datangi pegawai lain yang berbeda bagian dengan oknum tadi sambil meminta tolong untuk dibantu. Bagian lain yang tidak ada urusan dengan keperluan saya langsung heran dan segera menunjuk oknum yang tadi memang seharusnya mengerjakan tugas itu. Dengan nada keras, ibu di bagian lain itu meminta oknum 'cuek' tadi untuk membantu saya sebagai masyarakat yang harus dibantu. Tapi tetap saja oknum itu tidak bergeming. Ia justru mengatakan sedang mengerjakan tugas dari yang lain. Akhirnya saya bisa dibantu oleh ibu lain yang memang satu bagian dengan oknum yang tidak punya keramahan itu.
Sementara cerita di kantor kecamatan (Matraman) sedikit berbeda. Keperluan saya adalah untuk menanyakan sekaligus meminta tolong Dinas Pertamanan untuk memotong dahan beberapa pohon milik pemerintah di depan rumah saya yang cukup mengganggu. Pohon-pohon milik pemerintah itu sudah sangat lebat sehingga dahan, ranting dan daunnnya sudah berada dalam taraf mengganggu rumah, tiang serta kabel telepon/listrik kami. Saya dan beberapa tetangga khawatir dengan kondisi hujan dan angin yang sering akhir-akhir ini, bisa berakibat adanya gangguan dari pohon itu.Sebenarnya bisa saja kami memotong sendiri, namun karena ini adalah pohon milik pemerintah, maka kami takut disalahkan jika terjadi sesuatu.
Namun maksud baik saya untuk menemui orang Dinas Pertamanan tidak membuahkan hasil. Sudah tiga kali saya kesana, tiga kali pula yang bersangkutan tidak ada di tempat. Yang pertama, saya datang pukul 15.30 WIB katanya rapat. Lalu hari berikutnya berikutnya saya datang pukul 11.15, beliau tidak ada dengan alasan kurang jelas. Terakhir, tadi pagi pukul 9.30 WIb, beliau belum datang ke kantor. Saya coba tunggu hingga 10.17 WIB, saya belum juga bertemu dengannya.
Saya hanya menikmati pemandangan para birokrat pemerintahan itu asyik mengobrol sambil merokok. Ada pula yang merokok dalam ruangan ber-AC yang tidak rapih.. Seakan tidak memperhatikan kondisi sekeliling alias cuek. Akhirnya saya pulang.
Itulah pengalaman yang sebelumnya sudah sering saya alami namun tetap ada setiap kali berurusan dengan birokrat pemerintahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar