Lupakan Kegagalan, Songsong Liga Super
Persija akhirnya kembali kandas untuk bisa menjadi juara kedua kalinya di pentas Liga Indonesia. Di semifinal yang digelar Rabu (6 Februari 2008) di SUGBK, tim kebanggaan warga Jakarta itu kalah 0-1 dari Sriwijaya FC. Sempat mendapatkan peluang lewat penalti, tapi malam itu terasa bukan malamnya Agus Indra, sang eksekutor.
Selamat buat Sriwijaya FC yang bermain dengan mental pemenang. Buat Persija, lupakanlah segera kekalahan ini. Masih ada kesempatan untuk menjadi yang terbaik pertama kali di ajang Liga Super musim depan.
Jujur, saya sempat kaget melihat Persija (lagi-lagi) tampil dengan seragam away mereka. Jika saat takluk dari Persipura di ajang Copa Indonesia Persija mengenakan seragam away putih-putih-putih, kali ini mereka mengenakan kostum away hitam-hitam-putih. “Mengapa tidak pake yang oranye sih?” dalam hati saya sedikit geram. Oranye adalah warna Persija yang sesungguhnya.
Tapi itu hanya intermezo saja.
Melihat permainan BP Cs. sebenarnya tidak ada yang perlu disesali. Mereka menguasai permainan dan bermain dengan penuh perjuangan. Hanya saja, bola-bola yang dikreasikan terasa kurang efektif dan tajam. M. Ilham dan Atep (yang akhirnya digantikan Ruben Ceco) juga tampil tidak seperti biasanya dan kurang greget. Namun kegagalan Persija adalah kegagalan kolektif. Beberapa peluang emas tidak berbuah gol. Macan Kemayoran masih belum beruntung.
Evaluasi dan persipan pastinya harus dilakukan menghadapi Liga Super. Dalam hal teknis, saya pikir sebaiknya Persija tidak memakai lagi jasa kiper asing. Karakter yang temperamen menjadi kelemahan utama Khmaruk. Ini kontraproduktif. Selain tidak bisa menjadi role model, sikapnya bisa merugikan Persija. Selain itu, adanya Khamaruk menjadikan kuota pemain asing di posisi lain berkurang. Pilihan untuk kiper lokal juga masih banyak yang bagus.
Abanda tetap menjadi andalan di tembol pertahanan. Ada juga nama M. Roby, Ismed Sofyan, Gerald Pangkali. Hanya Hamka Hamzah saja yang sering bermain dengan instruksi sendiri, patut dipertimbangkan kelangsungannya di Lebak Bulus.
Barisan tengah, Persija perlu memiki satu tambahan gelandang serang sebagai pelapis Robertino. Ruben Ceco juga sebaiknya dilepas, dan digantikan perannya dengan pemain yang lebih cepat dan mampu mengatur serangan. Stok gelandang bertahan sendiri bisa dikatakan sudah mencukupi. Ada Agus Indra, I Wayan Mudana, Agus Suprianto dan Francis Wawengkang.
Di lini depan, duet BP-Aliyudin tetap yang terbaik hingga kini. Namun tetap saja perlu pemain baru untuk menyegarkan persaingan dan tentunya sebagai senjata rahasia lini depan. Yang tidak kalah penting adalah bagaimana menjadikan Persija sebagai tim yang memang memiliki image tim elit ibukota. Baik secara materi pemain maupun faktor-faktor non teknis, seperti stadion, perilaku suporter dan manajemen yang profesional.
Sekali lagi, sebagai warga Jakarta, saya hanya bisa mendoakan semoga Persija bisa menjadi lebih baik dan tentunya menjadi kampiun Liga Super musim depan.
Persija akhirnya kembali kandas untuk bisa menjadi juara kedua kalinya di pentas Liga Indonesia. Di semifinal yang digelar Rabu (6 Februari 2008) di SUGBK, tim kebanggaan warga Jakarta itu kalah 0-1 dari Sriwijaya FC. Sempat mendapatkan peluang lewat penalti, tapi malam itu terasa bukan malamnya Agus Indra, sang eksekutor.
Selamat buat Sriwijaya FC yang bermain dengan mental pemenang. Buat Persija, lupakanlah segera kekalahan ini. Masih ada kesempatan untuk menjadi yang terbaik pertama kali di ajang Liga Super musim depan.
Jujur, saya sempat kaget melihat Persija (lagi-lagi) tampil dengan seragam away mereka. Jika saat takluk dari Persipura di ajang Copa Indonesia Persija mengenakan seragam away putih-putih-putih, kali ini mereka mengenakan kostum away hitam-hitam-putih. “Mengapa tidak pake yang oranye sih?” dalam hati saya sedikit geram. Oranye adalah warna Persija yang sesungguhnya.
Tapi itu hanya intermezo saja.
Melihat permainan BP Cs. sebenarnya tidak ada yang perlu disesali. Mereka menguasai permainan dan bermain dengan penuh perjuangan. Hanya saja, bola-bola yang dikreasikan terasa kurang efektif dan tajam. M. Ilham dan Atep (yang akhirnya digantikan Ruben Ceco) juga tampil tidak seperti biasanya dan kurang greget. Namun kegagalan Persija adalah kegagalan kolektif. Beberapa peluang emas tidak berbuah gol. Macan Kemayoran masih belum beruntung.
Evaluasi dan persipan pastinya harus dilakukan menghadapi Liga Super. Dalam hal teknis, saya pikir sebaiknya Persija tidak memakai lagi jasa kiper asing. Karakter yang temperamen menjadi kelemahan utama Khmaruk. Ini kontraproduktif. Selain tidak bisa menjadi role model, sikapnya bisa merugikan Persija. Selain itu, adanya Khamaruk menjadikan kuota pemain asing di posisi lain berkurang. Pilihan untuk kiper lokal juga masih banyak yang bagus.
Abanda tetap menjadi andalan di tembol pertahanan. Ada juga nama M. Roby, Ismed Sofyan, Gerald Pangkali. Hanya Hamka Hamzah saja yang sering bermain dengan instruksi sendiri, patut dipertimbangkan kelangsungannya di Lebak Bulus.
Barisan tengah, Persija perlu memiki satu tambahan gelandang serang sebagai pelapis Robertino. Ruben Ceco juga sebaiknya dilepas, dan digantikan perannya dengan pemain yang lebih cepat dan mampu mengatur serangan. Stok gelandang bertahan sendiri bisa dikatakan sudah mencukupi. Ada Agus Indra, I Wayan Mudana, Agus Suprianto dan Francis Wawengkang.
Di lini depan, duet BP-Aliyudin tetap yang terbaik hingga kini. Namun tetap saja perlu pemain baru untuk menyegarkan persaingan dan tentunya sebagai senjata rahasia lini depan. Yang tidak kalah penting adalah bagaimana menjadikan Persija sebagai tim yang memang memiliki image tim elit ibukota. Baik secara materi pemain maupun faktor-faktor non teknis, seperti stadion, perilaku suporter dan manajemen yang profesional.
Sekali lagi, sebagai warga Jakarta, saya hanya bisa mendoakan semoga Persija bisa menjadi lebih baik dan tentunya menjadi kampiun Liga Super musim depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar