Mari Belajar Untuk Tidak Pamrih
Apa yang anda rasakan jika ada seseorang yang mengungkit-ngungkit hal-hal yang terjadi di masa lalu? Katakanlah hal-hal itu antara lain adalah kebaikan dia dan (biasanya) keburukan anda. Karena saya manusia dan sering mendengar hal itu, dengan berani saya katakan bahwa pastinya anda tidak akan enak hati mendengarnya.
Saya rasa, ada satu kata yang bisa menjelaskan kenapa orang bisa mengungkit-ngungkit kebaikan dan keburukan di masa lalu. Satu kata itu adalah pamrih. Pamrih berarti berharap akan mendapatkan sesuatu tertentu atas perbuatan yang dilakukannya terhadap orang lain, baik demi masa depan maupun masa lalu. Pamrih bisa dikatakan saudara dekatnya tidak ikhlas.
Sulit memang untuk tidak pamrih, meski saat melakukan sesuatu dengan tulus dan tidak mengharapkan timbal-balik dari sang obyek. Kenyataannya, sering di masa akan datang, sikap tulus itu seketika bisa ‘luntur’ karena emosi, misalnya. Akhirnya yang terjadi adalah flash back tentang kejadian di masa lalu lagi.
Ungkapan yang mengatakan ‘Saat tangan kanan memberi, tangan kiri tidak perlu tahu’ sangat pas untuk bisa belajar tidak pamrih. Ungkapan itu bermaksud untuk segera melupakan kebaikan apa yang baru saja kita dilakukan. Anggap saja tidak terjadi apa-apa. Untuk melakukan hal ini yang perlu ditekankan adalah belajar berpikir positif. Kita melakukan kebaikan karena memang kita ingin dan sudah seharusnya.
Jika itu masih sulit dilakukan, paling tidak yakinkan pada diri sendiri bahwa kebaikan yang diperbuat itu semata-mata dilakukan hanya demi Allah SWT. Pada poin ini, sah-sah saja kita berharap Allah SWT akan mencatat kebaikan kita dan pastinya akan mendapat imbalan yang sesuai. Bukan secara langsung dari orang yang kita bantu atau berbuat kesalahan. Semuanya hanya dari Allah SWT.
Saya pun tidak menampik bahwa kekurangan manusia adalah tidak pernah bisa lupa akan hal tertentu. Untuk itu, pertahanan terakhir yang bisa dilakukan adalah diam. Ketika kita ingat kebaikan kita dan keburukan orang lain, maka lebih baik kita diam. Mulut adalah media saluran komunikasi verbal yang harus dijaga untuk itu. Meski dalam benak sudah ingin ‘mengeluarkan’ uneg-uneg, tapi mulut tetap harus dikontrol. Jika itu pun masih sulit, segera pergi adalah hal terbaik selanjutnya.
Saya pun menulis hal ini sebagai salah satu cara bagi saya untuk bisa belajar tidak pamrih. Kita bisa mulai dari sekarang. Jika gagal, masih ada kesempatan untuk terus mencobanya. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar