Sedikit Kenangan Dengan Bung Ronny
Salah satu putra terbaik sepakbola Indonesia telah pergi untuk selama-lamanya. Ronny Pattinasarany, pemain beken era 70 hingga 80-an, akhirnya harus mengakhiri penderitaan akibat kanker hati yang dideritanya setahun belakangan , dengan kembali kepada Yang Maha Kuasa, Jum'at, 19 September 2008.
Meski tidak kenal apalagi sebagai teman, hanya sebatas tahu, namun bisa jadi saya adalah satu dari sekian banyak orang yang merasa kehilangan. Ada sedikit kenangan yang masih teringat akan bung Ronny.
Saat bekerja di Radio MS Tri tahun 1997, dalam edisi talk show special, saya yang memang gandrung sepakbola, mengusulkan topik membicarakan problematika sepakbola nasional. Usul saya diterima dan saya pun ditugasi untuk mencari nara sumber yang kompeten untuk acara itu.
Entah karena campur tangan Tuhan, tugas mencari nara sumber saya rasakan mudah sekali. Nugraha Besoes (Sekum PSSI), Anton Sandjoyo (Wartawan Kompas), dan Ronny Pattinasarany (Mantan Pemain/Pengamat Sepakbola) ternyata bersedia untuk diundang datang pagi-pagi ke Trisakti.
Khusus untuk bung Ronny, beliau ramah sekali saat saya menghubunginya. Tidak ada ba-bi-bu, beliau langsung bersedia. Sampai kini pun saya masih menyimpan nomor telepon rumah beliau (jika memang masih tinggal di alamat yang lama).
Nara sumber pun datang tepat waktu. Sambil menunggu saatnya siaran, kita pun mengobrol di ruang rapat. Tidak ada jarak diantara kita, meski usia saya jauh di bawah para senior itu.
Satu hal yang saya ingat akan pembicaraan bung Ronny adalah keprihatinannya akan trend orang-orang Indonesia yang lebih suka sepakbola luar negeri. Mereka memakai kostum kebanggaan klub-klub Liga Eropa bahkan kostum Negara lain!
Salah satu putra terbaik sepakbola Indonesia telah pergi untuk selama-lamanya. Ronny Pattinasarany, pemain beken era 70 hingga 80-an, akhirnya harus mengakhiri penderitaan akibat kanker hati yang dideritanya setahun belakangan , dengan kembali kepada Yang Maha Kuasa, Jum'at, 19 September 2008.
Meski tidak kenal apalagi sebagai teman, hanya sebatas tahu, namun bisa jadi saya adalah satu dari sekian banyak orang yang merasa kehilangan. Ada sedikit kenangan yang masih teringat akan bung Ronny.
Saat bekerja di Radio MS Tri tahun 1997, dalam edisi talk show special, saya yang memang gandrung sepakbola, mengusulkan topik membicarakan problematika sepakbola nasional. Usul saya diterima dan saya pun ditugasi untuk mencari nara sumber yang kompeten untuk acara itu.
Entah karena campur tangan Tuhan, tugas mencari nara sumber saya rasakan mudah sekali. Nugraha Besoes (Sekum PSSI), Anton Sandjoyo (Wartawan Kompas), dan Ronny Pattinasarany (Mantan Pemain/Pengamat Sepakbola) ternyata bersedia untuk diundang datang pagi-pagi ke Trisakti.
Khusus untuk bung Ronny, beliau ramah sekali saat saya menghubunginya. Tidak ada ba-bi-bu, beliau langsung bersedia. Sampai kini pun saya masih menyimpan nomor telepon rumah beliau (jika memang masih tinggal di alamat yang lama).
Nara sumber pun datang tepat waktu. Sambil menunggu saatnya siaran, kita pun mengobrol di ruang rapat. Tidak ada jarak diantara kita, meski usia saya jauh di bawah para senior itu.
Satu hal yang saya ingat akan pembicaraan bung Ronny adalah keprihatinannya akan trend orang-orang Indonesia yang lebih suka sepakbola luar negeri. Mereka memakai kostum kebanggaan klub-klub Liga Eropa bahkan kostum Negara lain!
Menurutnya, kita kok rela memakai kaos negara yang jelas-jelas bukan negaranya sendiri. Tampaknya nasionalisme bung Ronny demikian besar. Mungkin karena bung Ronny pernah merasakan bagaimana bangganya memakai seragam merah-putih dengan mempertaruhkan kehormatan bangsa dan Negara.
Saat on air pun, bung Ronny tidak sungkan terhadap pak Nugraha Besoes dalam mengkritik PSSI saat itu. Selesai siaran, bung Ronny pun pamit dan pihak radio hanya bisa memberikan bingkisan ala kadarnya.
Saya sebenarnya memiliki kesempatan bertemu kembali dengan bung Ronny awal 2001. Saya yang sering bermain sepakbola bersama teman-teman di kampus, mendengar bahwa tim kami akan bertanding dengan tim yang ada bung Ronny-nya. Saya pun mengosongkan jadwal pada hari yang bersangkutan. Namun sayang, saat hari-H, saya berhalangan. Saya pun hanya mendengar cerita seputar pertandingan dari teman-teman.
Terakhir melihat bung Ronny melalui layar kaca, saat menjadi bintang tamu pada acara Empat Mata di Trans 7 dua bulan lalu. Di kesempatan itu, bung Ronny yang masih kelihatan sakit, mengatakan bahwa seberat apa pun cobaan yang ia terima, ia masih kuat menjalaninya selama ia tidak kehilangan Tuhan dan cinta keluarganya. Bahkan katanya, ia harus kehilangan harta, tenaga dan harga diri untuk bisa mempertahankan keutuhan keluarganya. Benar-benar menyentuh.
Semoga semangat dan ketulusan bung Ronny bisa memberikan inspirasi buat kita semua.
Selamat jalan bung!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar