Minggu, 07 September 2008

Acara Hiburan Berkedok Agama di Bulan Suci

Acara Hiburan Berkedok Agama di Bulan Suci

Tidak banyak yang berubah seperti bulan Ramadhan tahun lalu. Acara hiburan di televisi, yang katanya untuk menghibur kaum muslim yang sedang menjalankan ibadah, marak hadir kembali. Format dan kemasan pun dibuat tidak jauh berbeda dengan yang sering dilakukan sebelumnya. Yang menjadi perhatian adalah tetap tampilnya hiburan variety show dengan embel-embel nuansa Ramadhan.

Jika dikatakan program hiburan di bulan suci diyakini untuk mendukung ibadah, ini jelas perlu dipertanyakan. Perhatikan saja cara mereka melakukan lawakan, menyajikan kuis yang jelas-jelas membodohi masyarakat, dan gaya berperilaku yang kurang mencerminkan orang yang sedang berpuasa.

Ramadhan dijadikan momen spesial mendulang rejeki para pekerja seni yang seketika menjadi alim untuk sesaat. Sudah ada pembenaran yang keterlaluan dari kalangan tertentu untuk tetap bisa menyajikan program hiburan seperti itu.

Sebenarnya apakah kita tidak bisa menjalankan ibadah jika tidak ada acara hiburan seperti itu? Puasa ya tetap puasa. Tidak ada hubungannya dengan ada atau tidak adanya acara hiburan. Apalagi acara hiburannya sangat kampungan dan tidak mendidik.

Karakteristik penonton televisi kita memang sangat condong kepada acara hiburan. Latar belakang hiburan diletakkan pada urutan pertama karena masyarakat sudah penat dengan kehidupan sehari-hari, beban hidup yang berat dan perlunya media untuk menumpahkan apresiasi.

Wajar jika tuntutannya adalah kepentingan modal sehingga dalih untuk menemani pemirsa tidak bisa terelakkan. Rumusnya menjadi sederhana. Ada demand yang besar atas acara hiburan itu membuat stasiun tv dan produsen pemasok iklan berlomba membuat produk acara yang jor-joran unsur hiburannya. Katanya untuk tetap eksis, perlu acara hiburan sesuai dengan keinginan pengiklan yang melihat potensi pasar yang sangat besar.

Beberapa acara di tv selama ramadhan yang non hiburan buktinya tetap eksis. Kemasan yang tetap ada unsur hiburannya meski sedikit, kental dengan nilai religi, pengetahuan dan intelektual. Acara seperti ini jelas menjadi alternatif penting buat masyarakat di saat pemirsa sudah menjadi bulan-bulanan tayangan hiburan yang mengalir sangat deras. Namun pastinya pasar acara sejenis ini sedikit. Itulah masalahnya.

Tapi memang sulit menembus logika pasar. Yang dibutuhkan adalah keberanian stasiun tv untuk lebih mengedepankan moral dan sisi pendidikan pemirsanya. Masyarakat pun dituntut harus cerdas dan selektif. Entah kapan, kepentingan moral akan menjadi pemenang. Selama kepentingan kapitalisme menjadi alasan, urusan moral dapat diolah sedemikian rupa dan pastinya pembenaran akan hal itu selalu ada.

Tidak ada komentar:

Arsip Blog