Sekilas Evaluasi Liga Djarum 2007
Akhirnya setelah 12 bulan berjalan, Liga Djarum 2007 berakhir tadi malam (Minggu,10 Februari 2008), dengan melahirkan juaran baru, Sriwijaya FC. Ferry Rotinsulu Cs. memukul Tim Ayan Kinantan, 3-1 lewat drama perpanjangan waktu. Selamat buat Sriwijaya FC. Renato Elias, kapten Laskar Wong Kito, menerima Piala yang diberikan oleh Andi Darussalam sebagai Ketua BLI. Lho, kok bukan ketua umum PSSI? Kita semua tahu jawabannya.
Perlu dicatat, kompetisi Indonesia adalah kompetisi terpanjang sekaligus terunik di dunia. Durasi kompetisi yang dilakukan setahun penuh berbeda dengan kompetisi di Eropa yang rata-rata berlangsung 9 bulan saja. Format kompetisi pun memakai 2 wilayah dimana tiap wilayah dihuni 16 tim. Kompetisi Indonesia pun memakai sistem putaran final dan tentunya diakhiri dengan babak grand final. Orang yang paham betul sepakbola pasti bertanya,"Ini kompetisi atau turnamen yach?"
Hakekat kompetisi pun dibunuh secara terang-terangan dengan meniadakan mekanisme promosi dan degradasi dengan berbagai alasan. Maka, jadilah kompetisi akal-akalan yang sudah kita lihat bersama-sama. Seperti yang pernah saya ulas sebelumnya, memang kompetisi sepakbola Indonesia baru sekedar sebuah pesta. Tanpa ruh dan aturan yang jelas.
Karena tanpa ruh dan aturan yang jelas, akibatnya adalah anarkisme dalam sepakbola. Pengurus PSSI yang belum jelas untuk berkomitmen. Pemain dan pengurus klub bisa seenaknya baku hantam. Suporter (yang belum dewasa pun) tidak mau ketinggalan untuk merusak citra sepakbola Indonesia. Wasit juga kerap kali tidak becus dalam memimpin pertandingan. Kalau bukan masalahnya ketidakmampuan memimpin, ketegasan wasit dalam menerapkan aturan juga dipertanyakan.
Kerusuhan yang terjadi adalah buah efek domino kekacauan akan penegakan sistem aturan main dari PSSI. Saya masih heran mengapa para pengurus PSSI tidak merasa malu kepada masyarakat dengan tetap mempertahankan Nurdin Halid sebagai Ketua Umum. Ketua Umum yang memimpin PSSI dari hotel prodeo. Ini adalah cermin sepakbola Indonesia. Untuk tegas terhadap aturan sendiri saja belum bisa, bagaimana mampu menerapkan aturan kompetisi? Wajar jika klub-klub peserta pun dengan mudahnya menuding PSSI tidak becus setiap terjadi kasus yang berkaitan dengan mereka. Klub meniru PSSI sebagai role model. Sungguh ironis. Tentunya akan lain cerita, jika PSSI adalah organisasi yang bersih dan punya wibawa di mata semua klub.
OK, dalam hitungan bulan kita akan menyongsong bergulirnya Liga Super. Meskipun PSSI dan klub belum sepenuhnya siap, tampaknya liga untuk tim-tim papan atas itu akan tetap berjalan. Kita masih berharap agar Liga Super memang bisa dijalankan dengan (paling tidak) sedikit lebih baik dibanding dengan Liga Djarum 2007. Saya mencoba realistis mengingat waktu yang mepet dan tentunya persiapan klub pastilah belum matang.
Dengan niat melakukan sistem kompetisi penuh dan murni, maka tidak akan ada lagi partai puncak. Juara yang akan lahir adalah juara sejati karena sudah melawan semua tim peserta liga. Tinggal bagaimana semua klub bisa berkomitmen untuk benar-benar mensukseskan liga paling bergengsi pertama di Indonesia itu. Yang tidak kalah pentingnya adalah peran PSSI untuk berbenah dengan mundurnya Nurdin Halid dari jabatan Ketua Umum PSSI. Penegakan dan penghormatan terhadap aturan main. Serta ketegasan semua unsur penunjang kompetisi. Kita hanya masih berharap dan berharap. Meskipun mungkin kita sudah sedikit tahu cerita apa yang akan terjadi. Apalagi kalau bukan karena pengalaman yang sudah-sudah.
1 komentar:
Hidup Sriwijaya FC (mentang-mentang aku orang Palembang) hehehe...
Posting Komentar