Sebuah Kritik Ringan Tentang Khutbah Jum'at
Sebenarnya sudah sejak lama saya ingin sekali mengungkapkan opini atau lebih tepatnya uneg-uneg ini dalam bentuk tulisan. Sebelumnya dalam beberapa kali kesempatan, saya ngobrol-ngobrol ringan soal hal ini dengan beberapa teman dan istri. Namun akhirnya keinginan menulis uneg-uneg ini baru bisa terwujud hari ini, Jum’at 25 Januari 2008. Keinginan ini menjadi semakin kuat karena baru saja saya kembali mengalami peristiwa yang menjadi dasar untuk membuat tulisan ini.
Ini soal khutbah Sholat Jum’at.
Seperti kita ketahui, ibadah sholat Jum’at adalah ibadah wajib bagi umat Islam. Setiap hari Jum’at kita (umat Islam) diwajibkan melaksanakan ibadah ini sebagai pengganti waktu sholat Dzuhur. Ibadah ini dilakukan berjamaah dan didahului dengan 2 khutbah yang dibawakan oleh satu orang khatib.
Yang menjadi perhatian saya dalam ibadah ini adalah khutbah yang dibawakan oleh sang khatib. Terus terang, saya sering mengeluh ketika khutbah yang dibawakan terasa membosankan dan sekaligus lama. Terlebih, sering saya mendengar khutbah yang isinya benar-benar tidak memperhatikan karakteristik mayoritas jemaah.
Maksud saya membosankan adalah cara khotib membawakan ceramahnya cenderung monoton, lemah dan tidak membuat semua orang berkeinginan untuk mendengar. Lebih buruk lagi adalah cara khatib membawakan ceramahnya dengan membaca teks yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Cara membaca khatib adalah benar-benar membaca bukan bergaya seperti orator yang bisa membawakan skrip sehingga tidak terdengar seperi membaca.
Yang terjadi adalah pemandangan orang-orang yang ngantuk dan akhirnya tertidur. Bahkan dalam beberapa kesempatan, jemaah lebih senang untuk saling mengobrol ketimbang mendengar isi khutbah yang hukumnya adalah sebenarnya wajib.
Sudah membosankan, ditambah dengan durasi yang lama pula. Saya sering menyaksikan banyak jemaah yang berdiri kepanasan atau kehujanan karena tidak kebagian tempat untuk duduk di dalam masjid. Khutbah yang lama membuat orang-orang seperti itu menderita. Apalagi kalau jemaah itu adalah orang tua atau sedang sakit. Khotib tetap saja berkhutbah tanpa tahu keadaan yang sedang terjadi.
Yang lebih parah dan salah kaprah adalah ketika khatib membawakan isi khutbah dengan bahasa atau kosa kata yang tidak familiar atau kurang bisa dimengerti oleh banyak orang. Pernah suatu ketika seorang khatib dengan nama yang dihiasi oleh sejumlah gelar akademis yang membuat orang lebih panjang jika harus menyebut namanya dengan lengkap, membawakan materi pidatonya dengan istilah-istilah akademis yang mutakhir.
Demikian pintarnya sang khatib sehingga ia tidak tahu dengan siapa dia sedang berkomunikasi. Para jemaah sebagian besar adalah petani, pedagang kecil dan karyawan rendahan.
Kemungkinan yang terjadi dalam situasi seperti ini cuma ada 2, pertama; mereka beranggapan bahwa sang khatib pintar sekali tanpa tahu dan paham maksud dari ceramahnya. Atau yang kedua, mereka pusing dan mengambil sikap tidak peduli. Kesan yang ditangkap adalah bisa saja sang khatib sedang butuh ruang aktualisasi dan pengakuan dari banyak orang.
Keadaan lain adalah sering juga saya mendengar isi khutbah yang bermuatan hasutan dan membentuk opini tidak sehat di masyarakat. Dalam masyarakat yang masih mudah dimobilisasi, materi khutbah yang demikian saya pikir memiliki potensi yang kontraproduktif.
Ironis memang.
Beberapa sahabat yang saya ajak berdiskusi ringan tentang hal ini sebagian besar memang tidak setuju dengan kondisi yang memprihatinkan ini. Namun ada pula yang menilai hal ini sebagai bagian dari ibadah. Ibadah kan ada godaannya. Jika kita beribadah karena Allah SWT, hal-hal seperti itu tentunya akan ada imbalannya. Namun bagi saya, kita sebagai umat manusia tentunya harus bisa memperbaiki sesuatu yang dirasa kurang tepat dan tidak proporsional.
Saya bukanlah orang yang ahli dalam berpidato. Apalagi berpidato tentang agama. Namun paling tidak dalam konteks khutbah sholat Jum’at sudah seharusnya para khatib dapat menjadikan beberapa hal sebagai bahan pertimbangan dalam kesempatan membawakan khutbah.
Hal-hal tersebut secara singkat antara lain;
Materi khutbah sebaiknya singkat, padat dan berisi.
Cara penyampaian materi juga harus menarik sehingga jemaah memang benar-benar merasa perlu untuk mendengar
Khatib harus mengenali karakteristik jemaah. Jika sholat Jum’at dilakukan di linkungan yang intelek, tidak salah jika sering menggunakan istilah ilmiah atau asing.
Khatib harus arif dan bijaksana dalam hal manajemen waktu penyampaian khutbah. Meski menarik, ibadah ini dilakukan siang hari saat jam makan siang dimana tidak semua orang memiliki ketahanan tubuh yang baik
Hindari materi yang berbau agitasi. Berikanlah rasa sejuk dan damai lewat materi khutbah.
Pada hakekatnya, ibadah sholat Jum’at adalah sarana atau media bagi umat Islam untuk dapat berkumpul dan merapatkan barisan bagi Ukhuwah Islamiah. Sangat disayangkan jika dengan kondisi seperti ini orang Islam punya beban tersendiri jika dalam bayangan mereka setiap kali ingin sholat Jum’at adalah adanya kondisi seperti yang sudah saya paparkan. Banyak orang akhirnya melaksanakan ibadah Sholat Jum’at karena memang atas dasar kewajiban.
Namun lebih indah jika kita semua ingin sholat Jum’at karena memang inilah salah satu momen bagi umat Islam berkumpul dan memperkuat iman.
Ini soal khutbah Sholat Jum’at.
Seperti kita ketahui, ibadah sholat Jum’at adalah ibadah wajib bagi umat Islam. Setiap hari Jum’at kita (umat Islam) diwajibkan melaksanakan ibadah ini sebagai pengganti waktu sholat Dzuhur. Ibadah ini dilakukan berjamaah dan didahului dengan 2 khutbah yang dibawakan oleh satu orang khatib.
Yang menjadi perhatian saya dalam ibadah ini adalah khutbah yang dibawakan oleh sang khatib. Terus terang, saya sering mengeluh ketika khutbah yang dibawakan terasa membosankan dan sekaligus lama. Terlebih, sering saya mendengar khutbah yang isinya benar-benar tidak memperhatikan karakteristik mayoritas jemaah.
Maksud saya membosankan adalah cara khotib membawakan ceramahnya cenderung monoton, lemah dan tidak membuat semua orang berkeinginan untuk mendengar. Lebih buruk lagi adalah cara khatib membawakan ceramahnya dengan membaca teks yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Cara membaca khatib adalah benar-benar membaca bukan bergaya seperti orator yang bisa membawakan skrip sehingga tidak terdengar seperi membaca.
Yang terjadi adalah pemandangan orang-orang yang ngantuk dan akhirnya tertidur. Bahkan dalam beberapa kesempatan, jemaah lebih senang untuk saling mengobrol ketimbang mendengar isi khutbah yang hukumnya adalah sebenarnya wajib.
Sudah membosankan, ditambah dengan durasi yang lama pula. Saya sering menyaksikan banyak jemaah yang berdiri kepanasan atau kehujanan karena tidak kebagian tempat untuk duduk di dalam masjid. Khutbah yang lama membuat orang-orang seperti itu menderita. Apalagi kalau jemaah itu adalah orang tua atau sedang sakit. Khotib tetap saja berkhutbah tanpa tahu keadaan yang sedang terjadi.
Yang lebih parah dan salah kaprah adalah ketika khatib membawakan isi khutbah dengan bahasa atau kosa kata yang tidak familiar atau kurang bisa dimengerti oleh banyak orang. Pernah suatu ketika seorang khatib dengan nama yang dihiasi oleh sejumlah gelar akademis yang membuat orang lebih panjang jika harus menyebut namanya dengan lengkap, membawakan materi pidatonya dengan istilah-istilah akademis yang mutakhir.
Demikian pintarnya sang khatib sehingga ia tidak tahu dengan siapa dia sedang berkomunikasi. Para jemaah sebagian besar adalah petani, pedagang kecil dan karyawan rendahan.
Kemungkinan yang terjadi dalam situasi seperti ini cuma ada 2, pertama; mereka beranggapan bahwa sang khatib pintar sekali tanpa tahu dan paham maksud dari ceramahnya. Atau yang kedua, mereka pusing dan mengambil sikap tidak peduli. Kesan yang ditangkap adalah bisa saja sang khatib sedang butuh ruang aktualisasi dan pengakuan dari banyak orang.
Keadaan lain adalah sering juga saya mendengar isi khutbah yang bermuatan hasutan dan membentuk opini tidak sehat di masyarakat. Dalam masyarakat yang masih mudah dimobilisasi, materi khutbah yang demikian saya pikir memiliki potensi yang kontraproduktif.
Ironis memang.
Beberapa sahabat yang saya ajak berdiskusi ringan tentang hal ini sebagian besar memang tidak setuju dengan kondisi yang memprihatinkan ini. Namun ada pula yang menilai hal ini sebagai bagian dari ibadah. Ibadah kan ada godaannya. Jika kita beribadah karena Allah SWT, hal-hal seperti itu tentunya akan ada imbalannya. Namun bagi saya, kita sebagai umat manusia tentunya harus bisa memperbaiki sesuatu yang dirasa kurang tepat dan tidak proporsional.
Saya bukanlah orang yang ahli dalam berpidato. Apalagi berpidato tentang agama. Namun paling tidak dalam konteks khutbah sholat Jum’at sudah seharusnya para khatib dapat menjadikan beberapa hal sebagai bahan pertimbangan dalam kesempatan membawakan khutbah.
Hal-hal tersebut secara singkat antara lain;
Materi khutbah sebaiknya singkat, padat dan berisi.
Cara penyampaian materi juga harus menarik sehingga jemaah memang benar-benar merasa perlu untuk mendengar
Khatib harus mengenali karakteristik jemaah. Jika sholat Jum’at dilakukan di linkungan yang intelek, tidak salah jika sering menggunakan istilah ilmiah atau asing.
Khatib harus arif dan bijaksana dalam hal manajemen waktu penyampaian khutbah. Meski menarik, ibadah ini dilakukan siang hari saat jam makan siang dimana tidak semua orang memiliki ketahanan tubuh yang baik
Hindari materi yang berbau agitasi. Berikanlah rasa sejuk dan damai lewat materi khutbah.
Pada hakekatnya, ibadah sholat Jum’at adalah sarana atau media bagi umat Islam untuk dapat berkumpul dan merapatkan barisan bagi Ukhuwah Islamiah. Sangat disayangkan jika dengan kondisi seperti ini orang Islam punya beban tersendiri jika dalam bayangan mereka setiap kali ingin sholat Jum’at adalah adanya kondisi seperti yang sudah saya paparkan. Banyak orang akhirnya melaksanakan ibadah Sholat Jum’at karena memang atas dasar kewajiban.
Namun lebih indah jika kita semua ingin sholat Jum’at karena memang inilah salah satu momen bagi umat Islam berkumpul dan memperkuat iman.
2 komentar:
terima kasih sharing info/ilmunya...
saya membuat tulisan tentang "Bagaimana Menjadi Khatib Efektif?"
silakan berkunjung ke:
http://achmadfaisol.blogspot.com/2008/08/bagaimana-menjadi-khatib-efektif-1-of-2.html
salam,
achmad faisol
http://achmadfaisol.blogspot.com/
Terimakasih sharingnya semoga bisa ber manfaat
Posting Komentar