Selasa, 02 Oktober 2007

Quo Vadis Pelatnas Timnas ke Luar Negeri?


Quo Vadis Pelatnas Timnas ke Luar Negeri?
Seperti trend sebelumnya, PSSI kembali menjalankan program Pemusatan Latihan Nasional (pelatnas) di luar negeri. Dengan target masuk grand final, kali ini Argentina dipilih sebagai negara tujuan bagi timnas U-23 yang dipersiapkan ke arena Sea Games 2007 bulan Desember di Thailand mendatang.
Dengan tidak mengurangi rasa hormat terhadap niat baik PSSI untuk berguru ke luar negeri, sangat disayangkan PSSI tetap menerbangkan Atep Cs ke negeri Tango. Kerap muncul pertanyaan, mau dibawa kemana sebenarnya pelatnas timnas ke luar negeri? Apakah memang sudah menjadi jaminan dengan berangkat ke Argentina, kita bisa menembus partai final Sea Games Thailand Desember nanti?
Mungkin di dunia hanya PSSI yang ‘royal’ untuk menjalankan program pelatnas di luar negeri sebagai persiapan timnas menghadapi eventt tertentu. Selain waktunya yang yang terlalu singkat, faktor biaya juga menjadi perhatian. Tampaknya sudah menjadi kebiasaan orang Indonesia yang doyan dengan cara instan tapi hasil maksimal. Timnas pun sering digodok dengan cara yang demikian.

Masih segar bagaimana Ivan Kolev hanya punya waktu 2 bulan lebih sedikit untuk ‘menyulap’ timnas di Piala Asia 2007 dengan target lolos ke babak kedua. Dan ketika timnas memang gagal lolos ke babak berikutnya, kita pun bersedih tanpa mau membuka mata lebih lebar bahwa kita sebenarnya jelas belum siap.

Padahal kita yakini bersama, sejatinya bahwa lewat atmosfir kompetisi yang baik dan sehat-lah kita dapat menuai hasil yang diharapkan. Kompetisi pun harus singkron dengan program timnas berbagai jenjang sehingga tidak mengakibatkan perubahan-perubahan yang mengganggu keseimbangan. Ya keseimbangan klub, dana klub, pemain dan juga timnas itu sendiri. Terakhir, kita pun tahu banyak klub yang kaget karena jadwal timnas, kompetisi harus berakhir bulan Januari 2008.

Biaya pun menjadi perhatian yang serius. Sudah menjadi rahasia umum PSSI memiliki banyak utang. Seperti dilansir oleh sejumlah media massa, PSSI justru berpendapat bahwa program pelatnas di Argentina justru lebih murah jika dibanding dengan menjalankan pelatnas di dalam negeri. Biaya yang (katanya) murah mencapai 1,4 milyar rupiah namun bisa jadi sangat banyak artinya jika dialokasikan ke pos lain yang lebih prioritas.

Sedikit menengok ke belakang, proyek Primavera di tahun 90-an bisa dianggap mendekati ideal. Selain terprogram dalam rentang waktu yang relatif panjang, tim asuhan Danurwindo pun berlaga dalam kompetisi di Italia. Meski tidak berprestasi paling tidak banyak bintang lahir dari proyek raksasa itu sempat bergabung dengan klub-klub di Eropa seperti; Bima Sakti dan Kurniawan DJ.

Persoalannya kemudian, lagi-lagi ini masalah orang Indonesia, kita tidak bisa memelihara tim Primavera ini. Padahal tim ini sudah memiliki kerangka yang kuat. Jebolan Primavera pun akhirnya menyebar ke dalam kompetisi domestik yang kita semua tahu kualitasnya.
Kalaupun kita ingin pelatnas di luar negeri dilakukan, perlu formula khusus yang integral di tiap jenjang timnas. Serta berjalan serasi dengan kompetisi di tanah air. Kita bisa lihat begitu teraturnya jadwal kompetisi dan agenda timnas di Eropa jika menghadapi turnamen dan kualifikasi sekalipun.

Kembali ke pelatnas instan timnas ke luar negeri. Belajar dari pengalaman, dengan cara seperti yang sudah-sudah, kita selalu gagal walau sudah melakukan pelatnas di luar negeri. Kegagalan itu tampaknya tidak membekas di PSSI sehingga kembali menjalankan program instan serupa.
Melihat apa yang sudah ditorehkan oleh timnas belakangan, wajar jika ada anggapan bahwa program pelatnas ke luar negeri lebih kental nuansa program mubazir dan football travelling saja (baca : pelesir sambil main bola). Untuk timnas U-23, paling-paling kita bisa lebih berharap pada pengalaman tiap pemain dari apa yang dijalankan di Argentina sebagai bekal pribadi.

Dan jika memang tidak bisa memenuhi target masuk final di Sea Games Thailand Desember nanti, maka jangan kaget dan bersedih karena kita gagal. Wong, kita memang belum siap kok. Tapi kita sah-sah saja bersedih karena memang perubahan kultur di PSSI itu belum terjadi.

Tidak ada komentar:

Arsip Blog