Public Speaker and Sharer. Founder of Public Speaking Clinic. Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) Award for Pelatihan Public Speaking Secara Estafet di Lokasi Terbanyak 2018.
Minggu, 31 Mei 2009
Jumat, 29 Mei 2009
Menanti Duel Persija-Persib
Kompetisi memang belum melewati garis finish, namun Indonesia Super League (ISL) 2008 bagi Persija adalah masa lalu. Dengan sederet materi pemain beken yang dimilikinya, pelatih berpengalaman, dukungan suporter yang besar, target juara ISL 2008 di awal musim sebenarnya sangat realistis. Apa lacur, kendala non teknis yang dihadapi pasukan ibukota beserta manajemen, adalah salah satu sebab yang membuat target itu pupus tanpa hasil.
Mimpi indah dapat selalu berlaga di Jakarta akhirnya nihil. Alasan keamanan lokal adalah alibi kuat pihak kepolisian yang berbuah bermainnya Persija di Jawa Timur meski statusnya sebagai host. Pemasukan yang seret, berimbas pada kesejahteraan warga tim. Pernah hampir 3 bulan, pemain tidak bergaji. Bermain nomaden pun adalah hal yang sangat berat, baik secara fisik maupun psikologis.
Selain bertahan di papan atas ISL 2008, bidikan menjadi juara Copa Indonesia adalah tekad Macan Kemayoran yang paling mungkin. Beberapa lawan sisa di ISL 2008 yang menunggu untuk dihadapi salah satunya adalah Persib Bandung. Duel klasik antara musuh bebuyutan sejak era perserikatan ini sangat sayang untuk dilewatkan, terlebih buat Persija kemenangan adalah harga mati atas nama prestis klub.
Di pertemuan pertama, saat laga berlangsung di Stadion Siliwangi Juli tahun lalu, Persija sukses mempermalukan Persib dengan skor 3-2. Disaksikan oleh Wagub Dede Yusuf, permainan anak-anak Bandung kalah kelas dibanding bambang pamungkas Cs. Hasilnya, bobotoh marah, permainan sempat terhenti, dan kerusuhan di akhir pertandingan. Persib kena sanksi.
Kondisinya saat ini berbeda. Secara permainan, Persib sedang berada di atas angin. Persib masih ngotot untuk bisa jadi runner up, pun pasti akan berjuang mati-matian lawan Persija nanti. Komposisi skuad mereka juga ada perbedaan dengan putaran lalu. Yang paling menonjol adalah bergabungnya bomber Christian Gonzales. Si Lokomotif ini selalu menyulitkan Persija. Salah satu bukti terakhir, saat masih memakai kostum Persik Kediri di putaran pertama, ia adalah pecetak gol pertama kemenangan Persik 3-1 atas Persija di Senayan!
Berbanding terbalik, kinerja tim asuhan Danurwindo Persija justru sedang datar-datarnya (jika tidak mau dibilang di bawah standar). Secara hasil maupun permainan, Pesija naik-turun. Mereka baru menang dari Deltras Sidoarjo, 1-0. Itupun dengan susah payah.
Tapi saya melihat bahwa melawan Persib bagi Persija memang beda apapun masalahnya. Dalam keadaan apapun, jika lawannya Persib, wajib menang. Namun tekad harus dibarengi dengan modal lain. Selain bugar, suasana tim dan kedisiplinan pemain sudah menjadi tuntutan. Bagi saya, jika kondisi normal, coach Danur harus berani kembali menurutkan trio Bepe-Aliyudin-Greg sebagai starter. Perlu kecepatan dan determinasi untuk membongkar benteng Bandung. Beda jika tugas ini salah satunya dipercayakan kepada Lopes yang lambat.
Lini tengah semoga tetap menjadi milik Punaryo Astaman dan Robertino, sebagai pengatur serangan. Perhatian lainnya adalah performa Pierre Njanka yang cenderung turun. Beberapa kali, kebobolannya gawang Persija adalah karena ketidakdisiplinannya menjaga pertahanan. Dirinya terkadang seperti penjelmaan Hamka Hamzah, saat masih membela Persija. Sering naik menyerang, tapi kedodoran saat diserang balik.
Perlu tenaga ekstra dan cara bermain lebih bagus agar bisa melumat Persib untuk kedua kalinya musim ini. Meski nanti Persija sebagai tuan rumah, suasananya bisa dipastikan beda jika main di Jakarta dengan penonton. Ini yang perlu menjadi perhatian Jak Mania. Suntikan dukungan semangat khas mereka, akan membuat daya juang Persija berlipat.
Kita Tunggu..
Kamis, 28 Mei 2009
Malam Terindah Barca di Roma
Seperti harapan dan dugaan kita semua. Final impian benar-benar menampilkan permainan impian. Barcelona dan Manchester United (MU) bermain terbuka dan atraktif. Yang menjadi di luar dugaan adalah Barca akhirnya menjadi juara sejati setelah memukul MU dengan skor cukup telak, 2-0. MU tidak mencetak gol sama sekali!
Butuh waktu sekitar 9 menit buat Barca untuk bersabar ditekan MU di awal laga. Hanya lewat sekali serangan terencana, Samuel Eto’o mampu membuat tribun pendukung MU terdiam menit ke-10. Setalah itu, duel menjadi milik Barca. Kontrol dan irama permainan secara umum dikuasai oleh pasukan Catalan.
Jangan tanya bagaimana trio Messi-Henry-Eto’o membuat lini belakang MU panik setengah mati. Sejak bola berada di lini tengah pun, MU tidak berkutik. Iniesta dan Xavi Hernandes adalah penguasa permainan di lini vital itu. Umpan satu dua sentuhan sekaligus gebrakan kejutan ke depan menjadi permainan pasukan Guardiola enak ditonton.
Sementara anak-anak MU tampil kurang greget. Yang paling kentara adalah egoisme Ronaldo dalam bermain. Seolah ingin bersinar sendirian, pemain yang digadang-gadang akan membawa MU juara ini, akhirnya kehilangan sentuhan kehebatannya. Sudah individual, lini tengah MU juga terlihat gugup. Alhasil, MU kurang bisa mengimbangi kepiawaian lawan.
Messi sendiri yang rendah hati justru memperlihatkan bakat teknik individu kelas dunia. Gol kedua Barca menit ke-70, hasil sundulan kepalanya, adalah jawaban tuntas akan pertanyaan publik untuk menentukan siapa sebenarnya pemain terbaik di dunia.
Barca sangat layak untuk menjadi juara Liga Champions 2008/09. Semuanya menjadi komplet buat Barca. Hasil dari permainan cepat dan indah membuat malam Barca di Roma adalah malam terindah musim ini.
Rabu, 27 Mei 2009
Menyalakan Lampu Mobil di Terowongan
Menyalakan Lampu Mobil di Terowongan
Saat ingin melintasi jalan terowongan (under pass) di JORR 1 (di bawah daerah Pasar Rebo), terlihat tulisan yang mengharuskan kita menyalakan lampu kendaraan sepanjang terowongan. Aturan in berlaku sepanjang waktu, siang dan (apalagi) malam. Bukankah terdapat lampu penerangan di sepanjang terowongan? Lho, kenapa lagi tengah hari bolong harus menyalakan lampu kendaraan? Tampaknya sepele dan rasanya tidak berpengaruh besar jika kita tidak menyalakan lampu mobil saat melintas di dalam terowongan.
Sederhananya, aturan dibuat pasti punya tujuan. Tujuan aturan yang mengharuskan setiap kendaraan yang melintasi terowongan (apalagi yang panjang) adalah agar semua pengendara yang berada didalam lintasan bisa lebih waspada dan lebih mudah melihat kendaraan lain. Lampu yang diharuskan dinyalakan pun minimal adalah lampu kecil.
Meski terdapat lampu penerangan, melintas di dalam terowongan memiliki karakteristik tersendiri. Selain tidak open air, kondisi ruang terowongan yang ‘terbatas’, secara psikologis juga membatasi ruang pandang pengendara. Karena karakteristiknya yang berbeda dengan jalan yang ‘terbuka’, maka tingkat kewaspadaan pengemudi dituntut lebih tinggi. Tidak menutup kemungkinan jika terjadi adanya hambatan, entah mobil mogok, jalan rusak, licin dan sebagainya, pengemudi bisa lebih mudah mengantisipasinya dengan penerangan yang cukup.
Kondisi jalan terowongan kita pun banyak yang jauh dari memadai. Ada lampu tapi tidak cukup terang. Bahkan ada yang nyaris gelap. Bisa dibayangkan jika ada kendaraan warna gelap tapi tidak menyalakan lampunya di dalam terowongan. Selain membahayakan dirinya sendiri, nyawa orang lain juga terancam. Tidak ada ruginya, atas nama keselamatan bersama, jika kita menyalakan lampu kendaraan sejenak untuk penerangan kita sendiri sekaligus ‘pesan singkat’ kepada kendaraan lain akan keberadaan kendaraan kita.
Yang perlu diingat pula. Menyalakan lampu berarti paling tidak menyalakan lampu kecil mobil. Bukan lampu darurat (hazard). Entah apa alasan orang sering memakai lampu darurat saat hujan maupun masuk terowongan. Tapi yang jelas penggunaan lampu darurat tidak tepat untuk konteks ini. Selain akan membingungkan kendaraan di depan maupun di belakangnya, saat pemilik lampu darurat akan belok arah, lampu darurat sebetulnya hanya digunakan saat berhenti saja.
Tanpa adanya tulisan sekalipun, setiap melintasi jalan terowongan, baik panjang maupun pendek, kita semestinya menyalakan lampu. Untuk itu, selain mengurangi laju kecepatan, jangan pernah lupa untuk sekedar menyalakan lampu kendaraan kita saat melintas di dalam terowongan.
Selasa, 26 Mei 2009
Semoga Barca-MU Memang Final Ideal
Sudahlah, kita harus akui bahwa Barcelona dan Manchester United (MU) adalah klub yang paling pantas berlaga di partai puncak Liga Champions 208/09 besok. MU, juara bertahan Liga Champions musim lalu, berhasil mempertahankan gelar Liga Utama Inggris 2008/09. Sementara Barcelona bulan ini sudah meraup 2 gelar domestik, Liga Primera Spanyol dan Piala Raja. Final ideal ‘Liga Juara’ yang memang menghadirkan dua klub juara.
Belum lagi materi skuad kedua tim yang punya nama besar, semakin ‘menjual’ laga di Roma ini. Dari kubu Setan Merah bertabur bintang-bintang, semisal; Cristiano Ronaldo, Wayne Rooney, Rio Ferdinand. Pasukan Catalan sendiri diperkuat oleh Lionel Messi, Thierry Henry, Samuel Eto’o. Di bangku pelatih, dua figur, Sir Alex Ferguson-Guardiola, yang beda generasi tapi sama-sama bertangan dingin.
Ditengah hingar-bingar publik, pengamat dalam menyambut final ideal ini, harapan kita akan suguhan permainan yang ideal juga pastinya ada. Harapan ini mudah-mudahan akan menjadi kenyataan. Pasalnya, kedua tim punya karakter permainan yang sama, yakni menyerang! Bukan cuma menyerang. Tapi menyerang dengan cepat dan efektif.
Namun perlu diingat pula, ada ungkapan yang bilang bahwa di partai puncak, biasanya baik tim maupun pemain bermain hati-hati. Ini psikologis sekali. Karena tinggal selangkah meraih gelar, seringnya kewaspadaan menjadi lebih dominan daripada memforsir tempo permainan. Belum lagi atas nama strategi, terkadang sebuah tim cenderung menghindari permainan terbuka alias main aman. Saling menunggu diserang, sehingga duel jadi hambar dan tidak greget.
Bahkan menurut saya, lebih enak menonton fase semifinal sebuah turnamen daripada finalnya. Di babak semifinal, sebuah tim secara tidak langsung termotivasi untuk bisa tampil di final. Status sebagai ‘finalis’ punya gengsi tersendiri buat para ‘semifinalis’. Untuk mengejar status itu, tim bermain habis-habisan seakan lupa bahwa jika menang mereka masih harus main lagi.
Kembali ke laga Barca-MU, saya bukan pendukung kedua finalis, tapi sebagai penonton wajar saya juga berharap agar kedua kesebelasan bertarung terbuka, habis-habisan, dan atraktif. Para bintang harus bermain lepas alias tanpa beban. Jika kita mengacu pada agenda turnamen tahun ganjil di Eropa (maupun dunia), seharusnya para pemain tidak perlu risau akan efek apa pun pasca final nanti.
Tidak ada yang lebih indah selain permainan cepat, menarik dan menyerang. Itu yang harus terjadi di partai final penuh label hebat nanti. Mutlak.
Dekat Dengan Kemewahan, Semakin Tidak Membumi
Pencitraan dari tokoh atau figur calon presiden (capres) ataupun calon wakil presiden (cawapres) semakin gencar dilakukan jelang pemilihan presiden Juli nanti. Masyarakat kita yang bercirikan melodramatik memang menjadi sasaran empuk untuk dibentuk rasa dan nalarnya demi kepentingan pembentukan opini tertentu. Apapun itu, kepentingan politik kekuasaan adalah biang keladi dari semua cara pencitraan yang ditempuh.
Namun ada sisi lain dari pencitraan berbagai tokoh yang penting untuk disimak. Sisi itu adalah kontradiksi dari nilai-nilai yang dikemas dengan kenyataan yang disuguhkan. Nilai sederhana dan merakyat yang ‘dijual’ tidak menyatu dengan perilaku mereka.
SBY Berbudi bilang berpihak pada rakyat, tapi dari cara deklarasinya saja tidak mencerminkan hal itu. Kemewahan, mengambil jarak dengan rakyat bawah dan kemasan penuh prestisius adalah kesan yang bisa kita tangkap. Banyak pihak yang tidak menanggapi inkonsistensi ini. Belum lagi, deklarasi pasangan yang dilakukan di lingkungan kampus berarti pencorengan netralitas kampus yang seharusnya steril dari kegiatan politik. Kita menjadi teringat bagaimana beberapa tahun silam, SBY mengadakan resepsi pernikahan ‘sederhana’ putranya di Istana Bogor. Apanya yang sederhana?
Kontradiksi juga terlihat saat deklarasi Mega-Pro minggu lalu. Acara dilakukan di tengah lautan sampah TPA Bantar Gebang, sebagai simbol kedekatan mereka dengan rakyat kecil. Tapi tetap saja. Simbol tinggalah simbol. Kesan mewah tidak bisa dilepaskan begitu saja. Mulai dari dekorasi, perlengkapan pendukung, hiburan dan pernak-pernik yang tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit. Maunya sederhana tapi tetap saja menghambur-hamburkan uang.
Di masa sulit kini, pamer kemewahan oleh para elit politik menjadi tidak pantas untuk disaksikan. Tidak ada sense of crisis yang seharusnya ditularkan dari tokoh-tokoh itu. Kesederhanaan hanya menjadi bahan jualan saja. Para elit secara tidak langsung tidak memberi teladan kepada rakyatnya. Bagaimana mereka nantinya saat berkuasa jika saat berniat berkuasa saja sudah seperti itu.
Konsep keserdahaan dan kerakyatan menjadi mengawang-awang jika menyaksikan semua dagelan itu. Rakyat hanya diajak menyaksikan sinetron short episode, tanpa benar-benar diajak memahami apa itu kesederhaan. Perilaku para elit politik yang kita lihat tidak sepenuhnya menginjak bumi. Malah semakin tidak membumi.
Minggu, 24 Mei 2009
Minggu, 17 Mei 2009
Selamat Buat Persipura!
Bukan Persija Jakarta, bukan pula sang juara bertahan, Sriwijaya FC yang mampu menjadi peraih mahkota juara Indonesian Super League (ISL). Gelar ISL untuk pertama kalinya terbang ke bumi Papua, tepatnya menjadi mlik Persipura Jayapura.
Sejak memasuki leg kedua, Persipura semakin mantap untuk difavoritkan sebagai kampiun. Terbukti benar, dengan masih menyisakan 4 laga sisa, mereka sudah memastikan merengkuh gelar juara saat laga ‘tandang’ kontra Persija Jakarta di Jepara, dengan skor 3-1 beberapa jam lalu.
Melihat perjalanan Persipura musim ini, memang mereka layak menjadi juara. Materi dan komposisi pemain bagus. Karakter, taktik dan determinasi yang kuat. Pelatih yang bertangan dingin. Yang tidak kalah penting adalah mental juara.
Materi Mutiara Hitam adalah yang terbaik untuk rata-rata klub yang berlaga di ISL 2008. Mulai dari penjaga gawang, barisan belakang, gelandang, para ujung tombak. Semua pemain utamanya bagus-bagus. Pemain pelapisnya pun tidak berbeda jauh. Beberapa yang berumur, tapi banyak yang masih muda-muda. Barisan belakang mereka adalah yang terkuat hingga kini. Ada Bio, Viktor, dan Jack Komboy yang kokoh. Sementara barisan depan mereka dengan adanya Boaz Salosa, Jeremiah dan Beto, adalah trisula angker buat pertahanan lawan.
Filosofi sepakbola menyerang benar-benar diperagakan oleh Persipura. Untuk keluar sebagai pemenang laga, syaratnya memang harus menyerang dan menekan lawan. Landasannya adalah karakter keras, pantang menyerah dan semangat yang dimiliki oleh tim. Kepemimpinan Eduardus Ivakdalam di lini tengah sebagai kapten, adalah kunci keseimbangan komposisi antara tua dan muda, kenyang pengalaman dengan militansi khas anak muda.
Apa yang diperlihatkan Persipura saat dijamu Persija, dapat diartikan bahwa mereka memang punya mental juara. Bermain apa adanya, penuh semangat dan hormat terhadap lawan yang dihadapi. Mereka tidak main-main dan tetap bermain sebagai tim juara.
Meski berganti pelatih di tengah perjalanan kompetisi, Persipura tetap Persipura. Hengkangnya Raja Isa dan berlabuhnya Jackson F. Tiago di kursi pelatih tidak merubah gaya sepakbola Papua. Justru Jackson semakin memperkaya gaya bermain Persipura dengan sentuhan sepakbola indah ala Brasil.
Persipura memang kuat sekaligus indah. Selamat buat Persipura!
Rabu, 13 Mei 2009
Berita Politik (memang) Sebagai Komoditi
Jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009, semakin bisa dirasakan dan diamati, bahwa berita politik menjadi santapan nomor satu bagi konsumen berita dan tentunya primadona bagi media, baik cetak maupun elektronik. Publik dihujani terus-menerus dengan berita politik.
Seperti tidak penat terhadap problema sehari-hari, orang memang tetap saja doyan ngerumpi soal perkembangan politik nasional yang katanya mulai memanas. Apalagi untuk lapisan masyarakat tertentu, ngobrol hal-hal yang berbau politik diangap punya sensasi tersendiri. Orang menjadi dianggap pintar, ngerti politik, gengsinya naik, kritis dan memiliki berbagai efek citra bagus lainnya.Mirip-mirip sama ngomong soal sepakbola lah.
Ada permintaan, pastinya ada penawaran. Dengan tipikal masyarakat yang seperti itu, media melihatnya sebagai pasar potensial untuk terus digarap. Semua bahan beritanya terus dipoles. Lewat penulisan judul yang fantastis (kadang berbau propaganda dan agitasi), pengemasan yang unik dan penuh bumbu, kecepatan penyajian berita yang aktual dan faktual, dan lain sebagainya.
Alasan normatif dibalik peran media membombardir publik dengan berita-berita politik adalah demi kejelasan dan kebutuhan khalayak akan perkembangan nasional yang ada. Aspek pencerdasan, transparansi dan pendewasaan bagi masyarakat juga menjadi alibi buat media giat memuat informasi dari jagat politik domestik. Media berperan dan bertanggung jawab sebagai salah satu agen demokrasi, idealnya.
Tapi perlu diingatkan juga bahwa kita jangan pula terlalu naïf melihat hal ini. Selain misi ideologis yang punya kepentingan ideologis tertentu, media yang indipenden tentunya punya kepentingan ekonomi. Media tetap saja sebuah mesin industri dari kepentingan modal,baik besar maupun kecil. Logika ekonomi secara sederhana pastinya mengharuskan media mengeruk profit sebanyak-banyaknya demi kelangsungan hajat hidup dari semua “warga industrinya”. Apapun harus dilakukan demi menaikkan oplag, rating dan citra media, seperti yang ditulis di paragraph ketiga tulisan ini. Mereka tetap butuh uang (banyak)!!
Jadi dapat dimaklumi, posisi media menjadi paradok jika dihadapkan pada situasi berada di tengah-tengah aspek normatif dan tuntutan pemenuhan kebutuhan ekonomi. Yang dilakukan oleh media yang kadang berlebihan, bisa saja menjadi dianggap ‘wajar’ karena alasan demi demokrasi. Padahal tetap saja, harus diakui secara sportif, motif ekonomi media lebih kental dari motif normatifnya.
Posisi konsumen berita hanya penerima (receiver) informasi yang bisa dibilang hiruk-pikuk. Namun perlu diingat, konsumen pun bisa jenuh karena berita yang over exposed. Konsumen berita juga bisa semakin cerdas untuk memilah dan menyaring berita yang kemasannya bagus tapi sebenarnya adalah hasil olah ulang. Bahkan mungkin bisa jadi adalah sampah. Tidak penting sama sekali!
Minggu, 10 Mei 2009
Selasa, 05 Mei 2009
Radio Bisa Hidup Karena Pendengarnya
Saya termasuk penggemar siaran radio KIS FM 95.1 FM. Selain lagu-lagunya yang berasal dari era 80-an, penyajian siaran yang kerap menggunakan bahasa Inggris, membuat saya pun bisa belajar. Hari Rabu adalah hari spesial, karena sepanjang hari itulah KIS FM mengudarakan lagu-lagu slow dalam program Wednesday Slow Machine.
Tadi pagi di acara Morning KIS, yang biasa dipandu oleh SG dan JW, saya mendengar komentar dari SG yang menurut saya tidak pantas untuk diucapkan oleh seorang penyiar radio. Komentarnya sebagai bagian dari respon terhadap pesan yang dikirimkan oleh salah satu pendengar KIS FM, kurang lebih seperti ini; “Udah complain, salah lagi nulisnya. Buat gue sih gampang aja. Kalo gak suka sama musiknya, pindah channel lain aja!”
Saya cukup kaget dengan perkataan seorang SG yang memang terkenal pintar, ceplas-ceplos dan mulai sering tampil di layar televisi itu. Mungkin saja SG dengan bersemangat atau justru sedang ada masalah sehingga kesan yang ditangkap dari perkataannya itu adalah sikap tinggi hati, masa bodoh dan anti kritik. Meski maksudnya adalah bercanda, kesan seperti disebut di atas tak terhindarkan. Tidak mau peduli dengan keluhan pendengar yang bisa jadi adalah pendengar setia acara dan bahkan dirinya!
SG pun lupa bahwa dalam dunia radio komersil, peran pendengar menjadi hal terpenting. Pertimbangan pemasok iklan memasang produknya di radio adalah jangkauan siaran ,kualitas teknis siaran, jenis siaran, dan segmen serta banyaknya audiens yang mendengar. Semakin banyak pendengar yang terhimpun, produsen tentunya semakin senang. Iklan pun mengalir kencang yang berujung pada peningkatan pendapatan radio itu sendiri.
Jadi, dari pedengarlah SG digaji. Oleh sebab itu, hargailah pendengar (audiens) anda. Tidak perlu bersikap berlebihan, cukup dengan perhatian dan sikap yang santun, pendengar tentunya akan merasa dihargai. Pendengar sudah memberikan perhatian (atensi), baik yang negatif atau positif, sudah seharusnya radio berterimakasih dengan memberikan “pesan positif”.
Entah apa sebenarnya yang dikirimkan oleh pendengar KIS FM yang tidak disebutkan namanya itu. Namun dari apa yang diungkapkan oleh SG, pesan yang dikirim oleh pendenar misterius itu kurang lebih soal pilihan musik yang paling tidak kurang berkenan buatnya. Apa pun itu, menurut saya SG tidak perlu bersikap reaksioner yang justru sebenarnya merugikan citranya sendiri. Menurut saya, langkah yang lebih safe adalah SG tidak perlu membacakan pesan dari pendengar itu.
Pepatah yang mengatakan “Mulutmu adalah Harimau” perlu dicamkan oleh SG. Jika pendengar yang bersangkutan kecewa dan tidak mau mendengar lagi siaran SG atau bahkan KIS FM, radio ini jelas rugi. Mencari pendengar adalah bukan pekerjaan mudah. Hilang satu pendengar adalah kerugian, apalagi jika hal ini menjadi efek domino yang bisa saja memperparah citra salah satu radio kesayangan saya ini.
Menikmati Musik Gado-Gado
Seperti mengulang kejadian yang sama di masa lalu terhadap musisi-musisi lokal lainnya, para kritikus musik mempertanyakan orisinalitas karya D’Masiv yang mirip dengan band luar negeri, seperti; Muse, Switcfoot, dan Incubus. Grup lain, The Changcuters lewat single “I Love U, Bibeh” pun dituduh meniru lagu luar negeri milik CCR, “Have You Ever Seen The Rain?”. Soal The Changcuters ini ditegaskan oleh salah satu personel band GIGI, Dewa Budjana. Padahal kalau saya mendengar lagu GIGI yang “11 Januari”, ada satu bagian yang mirip sama “One More Night”-nya Phil Collins. Kok Bisa?
Pertanyaan Harian Kompas kemudian adalah apa yang sebenarnya terjadi pada industri musik Indonesia saat ini?
Soal plagiat alias meniru yang diplintir oleh musisi bersangkutan sebagai bentuk hasil inspirasi mereka adalah hal basi yang biasa kita dengar. Ada yang sportif, tapi ada juga yang tidak mau mengakui kalau musiknya hasil jiplakan. Ada yang menuduh musisi lain menjiplak, sementara karya-karyanya sendiri tidak steril dari unsur jiplakan lagu Barat yang popular maupun sangat asing di telinga kita.
Ari Lasso pernah berpendapat soal orisinalitas. Sulit memang untuk tidak orisinil karena musik pop asalnya dari sana (maksudnya Barat), katanya. Ahmad Dani lebih tegas lagi soal ini. Terlepas dari sosoknya yang kontroversial, dia mengatakan bahwa musik kita (dalam kerangka industri musik pop) tidak ada yang orisinil. Semuanya hasil jiplak sana-sini lalu diolah sedemikian rupa sehingga menjadi musik baru. Musik ini dikatakannya sebagai musik gado-gado. Artinya, musik yang beredar di pasaran domestik adalah musik gado-gado.
Musik gado-gado itulah yang diusung pula oleh D’Masiv dan The Changcuters. Apa yang terjadi pada D’Masiv dan The Changcuters, bisa jadi bukan yang terakhir. Musik mereka ternyata laku keras dan diterima oleh pasar kita, dengan segala latar belakangnya. Harus diakui, pendengar kita secara kebanyakan tidak mempedulikan sisi orisinalitas sebuah karya. Asal enak, gaya penyanyinya asyik dan bisa jadi trend, pasar kita pasti menikmatinya.
Untuk membendungnya tidak ada pilihan lain selain meminimalkan pengaruh kuat dalam pembentukan musik gado-gado ini. Musisi dituntut untuk berkarya lebih orisinil dan mengurangi kadar bahan-bahan pembentuk musik gado-gado itu. Sementara buat para produser dan pihak label, tidak melulu mengedepankan sisi komersil sebuah karya yang sudah “terkontaminasi” dan tidak terus mengikuti kehendak pasar.
Sulit memang merubah kultur yang sudah mengakar kuat, tapi bukan tidak mungkin. Sambil menunggu, kita nikmati saja yang ada dulu. Ya, menikmati musik gado-gado lokal kita.
